Maroko, Negara Paling Toleransi yang Tertutup Bagi Penginjilan

Internasional / 9 May 2010

Kalangan Sendiri

Maroko, Negara Paling Toleransi yang Tertutup Bagi Penginjilan

Budhi Marpaung Official Writer
16408

Maroko dianggap sebagai salah satu negara Muslim Arab yang paling toleran. Namun baru-baru ini, Amerika Serikat dan sekutunya menyuarakan keprihatinan mereka ketika mengetahui pendeportasian puluhan misionaris Kristiani.

Maroko adalah sebuah negara yang 99 persen Muslim. Baik pemerintah maupun masyarakat setempat yang beragama islam menghormati keyakinan yang dianut kelompok masyarakat ataupun pendatang yang memiliki agama lain diluar agama mereka. Terbukti, di negara tersebut terdapat kelompok-kelompok seperti Kristen Katolik dan Ortodoks yang walaupun jumlahnya tidak banyak tetapi tetap dapat menjalani aktivitas sehari-hari tanpa gangguan.

Akan tetapi, ada satu batasan yang akan sulit bagi para penginjil untuk menaatinya, yakni di Maroko dilarang untuk membagikan iman antara penganut satu agama dengan penganut agama yang lain.

"Selama berabad-abad, orang-orang hidup bersama dengan baik, masing-masing menghormati orang lain tapi tak ada yang mencoba untuk mengubah orang lain. Di Maroko Anda dapat melihat masjid, sinagoga dan gereja," ujar Aziz Mekouar, Duta Besar Maroko untuk AS seperti dikutip dari CBN News.

Mekouar mengatakan negara mengeluarkan peraturan mengenai dakwah agar terjaga perdamaian di antara berbagai komunitas-komunitas agama di negaranya tersebut.

"Ini keseimbangan, dan kita harus menjaga keseimbangan itu. Ini sebabnya dakwah agama dilarang dilakukan oleh pihak manapun," jelasnya.

Baru-baru ini, hukum itu menciptakan kehebohan ketika lebih dari 50 penginjil Kristiani dipaksa untuk meninggalkan Maroko. Beberapa diantara para penginjil adalah orang tua asuh yang telah merawat anak-anak yatim di negara itu.

Para penginjil bersikeras mereka tidak melanggar hukum proselitisasi. Para pejabat Maroko mengatakan penyelidikan yang mereka lakukan membuktikan sebaliknya.

Para penginjil juga mengeluhkan bahwa mereka dideportasi tanpa pengadilan. Mekouar bilang hal itu dilakukan untuk melindungi mereka dari kemungkinan hukuman penjara.

Para pejabat Maroko mengatakan Muslim lokal sudah mulai mengeluh tentang para penginjil yang ada di negara mereka. Penganut agama islam di negara itu melihat apa yang dilakukan 50 penginjil yang telah dideportasi dapat membangkitkan kelompok ekstrimis dari agama mereka.

Berbagai kritik dari luar negeri mengatakan Pemerintah Maroko mengalah pada tekanan dari umat Islam disana dan tidak bertidak adil kepada penganut agama lain.

Lagi-lagi hal ini dibantah pejabat pemerintah Maroko yang menyatakan hukum dakwah berlaku untuk semua kelompok agama. Beberapa tahun terakhir, mereka telah mendeportasi kelompok ekstremis Muslim Wahhabi yang dianggap dapat merusak kedamaian di masyarakat Maroko.

Negara ini juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran pada tahun 2009. Hal ini dilakukan sebagian karena upaya Iran untuk menyebarkan Syiah Islam di dalam Maroko.

"Kami menyambut orang-orang Kristen di Maroko dan kami sangat, sangat senang memilikinya," kata Mekouar. "Tapi hukum harus dihormati dan tak seorang pun dapat diperbolehkan untuk mengganggu keseimbangan dan menyentuh struktur masyarakat Maroko."

Untuk berwisata ke Maroko setiap tahun, orang Eropa dan Amerika sangatlah diterima. Tapi untuk penginjil Kristiani, sepertinya sulit. Bila ini terus terjadi maka akan sangat berat bagi orang-orang Maroko untuk mendengar injil keselamatan.

Sumber : cbn.com
Halaman :
1

Ikuti Kami