Ketua Christian Assosiation of Negeria (CAN) di Zamfara menyatakan kekecewaan kepada polisi karena kurang merespon terhadap kasus pembakaran gereja baru-baru ini oleh para pemuda Muslim. Demikian dilansir oleh Compass Direct News.
"Hal ini sangat disayangkan bahwa tidak ada tanggapan dari polisi, bahkan gubernur negara bagian pun menolak untuk bertemu dengan kami," kata ketua CAN, Rev. Edwin Okpara.
Bangunan Gereja Redeemed Christian Church of God di Tudun Wada dibakar sebagian pada tanggal 25 Januari lalu. Sebelumnya Gereja Christian Faith Bible dan Living Faith Foundation Chapel, keduanya ada di Gusau, masing-masing dibakar pada serangan tanggal 20 dan 24 Januari. Kawasan Zamfara berpenduduk mayoritas Muslim di Nigeria Utara dan yang pertama menerapkan hukum Islam (syariah).
Dalam sebuah petisi bertanggal 26 Januari, CAN menyatakan bahwa gereja dibakar merupakan sebuah "skenario besar untuk membelenggu dan menganiaya gereja-gereja Kristen di negara akibat bentrokan antar agama di Jos, kawasan Plateau."
Asosiasi ini menuduh bahwa mereka yang menyerang gereja-gereja di Zamfara menjadi sangat berani karena pejabat pemerintahan tidak serius bergerak untuk menangkap mereka yang melakukan serangan Jos. Tercatat dua pendeta Kristen dan 46 orang lainnya tewas dalam pecahnya kekerasan di Jos pada tanggal 17 Januari lalu. Konflik ini dipicu oleh pemuda Muslim yang menyerang sebuah gereja Katolik sementara 10 gedung-gedung gereja dibakar, dan polisi memperkirakan lebih dari 300 orang meninggal dalam bentrokan.
"Kami sangat terganggu, serangan tersebut telah menciptakan ketidaknyamanan dan kepanikan di antara komunitas Kristen sehingga diperlukan langkah darurat oleh perintah untuk mengamankan kehidupan Kristen dan Muslim sebagai warga negara Nigeria," Can mengungkapkan dalam petisinya. "Meskipun menghadapi serangan-serangan dan provokasi, gereja dan orang Kristen adalah orang membawa damai, tetap tenang dan tidak punya rencana untuk membalas, tetapi [kita] menarik perhatian Anda untuk bertindak dan melindungi kepentingan kita."
Komandan Kepolisian Negara tidak tersedia untuk komentar pada permintaan CAN. Okpara menyatakan bahwa orang Kristen di kawasan itu hanya bisa diam dalam penderitaan dalam diam.
"Tingkat penganiayaan di Zamfara adalah adalah sangat memprihatinkan, namun di kawasan lain pun juga terjadi hal yang sama," kata Okpara. "Bahkan di Sokoto atau Kano orang Kristen mengalami berbagai jenis diskriminasi."
Dia mengatakan hal itu tidak mungkin untuk mendapatkan tanah untuk membangun gereja-gereja di Zamfara; Kristen dipaksa untuk menandatangani suatu pemahaman yang mengikat mereka untuk hentikan penggunaan lahan di kawasan bangunan gereja.
"Kami tidak lebih beroperasi sebagai gereja-gereja bawah tanah di kawasan ini," katanya. "Pemerintah negara sekarang ini telah berubah menjadi lebih anti-Kristen daripada bekas pemerintah di kawasan ini, yang menerapkan hukum syariah."
Pada tanggal 23 Februari, Para pemimpin Pentecostal Fellowship of Nigeria (PFN) menyatakan bahwa itu adalah kasus penganiayaan dan diskriminasi terhadap umat Kristen dan meminta pemerintah federal untuk mengakhiri hal tersebut. Kenyataannya, hampir semua gereja di Nigeria Utara, yang mayoritas Muslim telah ditolak sertifikat hunian untuk bangunan mereka, kata mereka.
"Sepertinya telah ada hukum yang tidak tertulis bahwa gereja-gereja tidak disambut di bagian utara negara itu," demikian diungkapkan ketua PFN dalam sebuah pernyataan.
Sama halnya di Indonesia, gereja di Nigeria juga mengalami penganiayaan namun telah terbukti bahwa gereja tetap bertumbuh meskipun di dalam tekanan.
Sumber : charismamag.com/dan