Anak Punk Juga Butuh Kasih

Family / 28 September 2009

Kalangan Sendiri

Anak Punk Juga Butuh Kasih

Puji Astuti Official Writer
7444

Keluarga yang hancur, masa kecil yang suram dan kehidupan yang keras membawa Teuku Umar bergabung dengan sekelompok anak punk untuk menemukan arti keluarga dan kebersamaan. Namun ternyata, semua yang dicarinya tidak pernah ditemukannya. Kebersamaan yang dia cari bukanlah seperti yang ada diantara para punkers ini.

"Yang buat aku tertarik untuk bergabung dengan mereka karena solidaritas mereka. Mereka peduli dengan teman-teman mereka. Mereka juga peduli banget sama aku. Aku ikutin gaya mereka," demikian tutur Umar.

Namun kehidupan sebagai seorang punkers tidaklah semudah yang dibayangkan oleh Umar, apa yang dijalaninya sangat keras dan sulit.

"Biasanya kalau kami mau makan, nunggu di luar restoran siap saji, nunggu makanan-makanan bekas pengunjung. Setelah pengunjungnya pergi, sisa-sisa makanannya tuh diambilin, minumannya di ambilin. Bahkan kami sering harus kejar-kejaran dengan security. Waktu kami ketangkep, kami dihukum disuruh push up atau disuruh lari-lari keliling mall. Ketika di mall itu sudah ngga bisa mencari makanan sisa, kami pindah ambil makanan yang ada di tempat sampah. Begitu kami ambil, kami cuci, lalu kami makan. Waktu itu aku mikir, ‘di rumah tuh makanannya lebih enak, ngapain sih lo ngambil makanan dari tempat sampah??! Ngapain?!' Cape sebenarnya harus hidup kaya gitu. Hidupnya dari hari ke hari ngga jelas mau ngapain."

Saat itulah Umar kembali mengingat mengapa dia hingga harus menjalani kehidupan yang seperti itu.

"Setiap kali aku mengingat mengapa aku harus hidup kaya gini, aku selalu nyalahin papa aku. Kalau saja dia ngga suka main perempuan pasti keluargaku baik-baik saja. Dan kalau saja papa aku ngga ninggalin aku, pasti keluarga aku seperti keluarga-keluarga yang lainnya. Setiap kali aku mengingat hal ini, aku semakin ingin bunuh dia."

Inilah kisah keluarga Umar, papanya telah menikah sebanyak lima kali dan mamanya merupakan istri ketiga papanya. Mama dan papanya sering bertengkar, bahkan bisa dikatakan hampir setiap hari. Tidak hanya itu, mamanya sering jadi korban dari ringan tangan papanya.

"Aku sering berpikir, apa sih yang dicari papa dengan menikah lima kali? Sedangkan mama kandung aku aja adalah istri yang ketiga. Aku ngga bisa terima karena akhirnya aku ditelantarkan. Aku bener-bener ditelantarin dengan dititipin ke saudara-saudaranya."

Kehidupan Umar yang dititipkan kepada saudara papanya sungguh bukan kehidupan yang diimpikannya. Ketika itu dia baru duduk di kelas 4 SD, namun mulai dari bangun tidur di pagi hari, dia harus melakukan berbagai pekerjaan yang cukup berat untuk anak seumurnya. Hingga suatu hari, sepulang sekolah Umar begitu kelelahan lalu langsung tidur. Namun ternyata hal itu membuatnya mengalami sebuah masalah.

"Suatu hari aku cape banget, begitu masuk kamar aku langsung tidur. Memang pintunya aku kunci. Saat aku tidur, aku tidak mendengar ada yang mengetuk pintu kamarku. Mungkin karena yang mengetuk itu sudah kesal dan marah, dia menyiram aku lewat lubang ventilasi. Mulai hari itu aku kabur dari rumah saudaraku itu."

Mulai saat itu, Umar yang baru berumur 13 tahun harus bergumul dengan kerasnya kehidupan jalanan.

"Waktu itu aku ngga tahu harus ngapain. Aku tidur di emper-emperin toko, dan setelah beberapa hari setiap pagi aku mulai jualan koran, dan jam 10 atau 11 aku mulai jadi tukang parkir," demikian kenang Umar.

Saat itu Umar merasa sangat tidak dipedulikan, kepergiannya tidak menimbulkan kekuatiran bagi keluarganya. Bahkan tidak ada seorang pun yang mencarinya.

"Aku pikir ya udahlah.. ‘udah ngga ada yang sayang sama kamu Umar!' Tiap malam aku berpikir ngga enak banget hidup seperti ini. Ngga enak banget harus hidup sendiri tanpa orangtua dan tanpa saudara."

Kesendirian yang dirasakan oleh Umar menggiringnya pada kehidupan kelam. Pergaulan yang salah membuatnya terbiasa dengan minum minuman keras dan obat-obatan terlarang. Tidak hanya itu, ada sebuah tawaran menggiurkannya.

"Ada yang nawarin ‘mau ngga jualin barang gua? Lo edarin aja, nanti klo lo mau pake, nanti ada jatah lo disitu.'"

Namun dalam sebuah transaksi narkoba, Umar mendapat sebuah kejutan yang tidak pernah diharapkannya.

"Tiba-tiba ada polisi yang datang dan menodongkan pistol. Waktu itu aku berpikir, udah ditodongin pistol, ditangkap, masuk penjara. Pokonya waktu itu dah bingung deh. Tiba-tiba saya diingatkan pada sebuah kalimat, ‘Yesus itu ajaib, Yesus itu bisa melakukan sesuatu yang buat kita ngga mungkin, tapi bagi Yesus mungkin. Karena dalam keadaan begitu aku dalam hati berkata, ‘Yesus kalau Engkau ada, kalau memang Engkau ajaib, kalau Yesus  bisa melakukan segala sesuatu yang ngga mungkin jadi mungkin, aku butuh pertolongan sekarang. Saat itu di sebelah aku itu polisi, dan pistolnya itu ada di pelipis aku. Tiba-tiba aku punya kekuatan untuk bangun, berdiri lalu berjalan pergi. Tanpa menoleh ke belakang aku pergi. Waktu itu aku berpikir, ini beneran ngga sih.. ini beneran ngga sih kalau Yesus itu ada? Tapi waktu itu aku masih belum percaya, masih belum yakin kalau Yesus yang melakukannya."

Selepas kejadian itu Umar mulai melirik kelompok punker dan bergabung dengan mereka untuk meneruskan pencariaannya akan perhatian dan sebuah keluarga.

"Kalau ditanya dihatiku apakah bahagia hidup seperti itu, sebenarnya aku ngga bahagia. Ngga pernah terpikirkan sama aku untuk hidup bebas tanpa aturan," demikian kisahnya.

Umar saat itu seringkali hidup menggelandang, dan jika ada teman yang baik maka dia mendapatkan tumpangan selama beberapa hari. Hari demi hari Umar berpindah dari satu rumah tumpangan ke tumpangan yang lain, kemudian dia berjumpa dengan Bayu yang memperkenalkannya arti sebenarnya dari sebuah keluarga.

"Mereka punya keluarga yang saling peduli satu sama lainnya. Mereka pun tidak pernah membedakan aku, baik papa mamanya maupun keluarganya yang lain aku diperlakukan sama."

Selain kepedulian keluarga Bayu yang tulus, Umar juga menemukan figur seorang papa yang selama ini hilang dalam hidupnya.

"Kenapa aku bisa lama tinggal di situ, karena aku menemukan sosok papa yang selama ini aku cari. Papanya selalu perhatiin aku. Waktu dia pulang kantor, dia pulang kerja, dia duduk sama aku, sharing sama aku."

Karya Tuhan dalam hidup Umar tidak berhenti disitu saja, suatu hari Umar mengalami sebuah perjumpaan yang luar biasa ketika diajak Bayu ke suatu pertemuan.

"Kami di situ biasa aja, ketawa-ketawa, becanda, ngobrol  dan lain sebagainya. Waktu itu aku lagi tutup mata, ngga berdoa, ngga ngapa-ngapain sih. Cuma tutup mata aja. Waktu tutup mata itu aku seperti lihat sebuah film, dan di film itu ceritanya tentang diri aku sendiri. Disitu kulihat waktu aku dipukul sama papa, waktu aku kabur dari rumah, jadi pengedar narkoba, hidup di jalanan, makan dari sampah. Tapi disitu aku dibukain, di cerita itu dalam kekalutan aku ada satu sosok yang memeluk aku dan bilang, ‘Aku mengasihi kamu anak-Ku, dalam keadaan apapun. Seburuk apapun kamu, sekotor apapun kamu, Aku mengasihi kamu.' Aku percaya itu kalau itu Yesus. Aku percaya kalau sosok yang memeluk aku, yang ngucapin kata-kata itu aku tahu itu Yesus. Aku mulai hancur hati, tanpa aku sadari aku mengeluarkan air mata, aku nangis bahkan nangis sejadi-jadinya. Mulai hari itu aku percaya sama Yesus."

Perkenalannya dengan Yesus memampukannya untuk membuat sebuah keputusan yang sangat berat bagi Umar.

"Berat banget sebenarnya waktu itu untuk mengampuni papa. Mulai kebayang lagi waktu dipukul sama papa, inget lagi waktu dimasukkan ke bak mandi oleh papa. Tapi prinsip kasih Yesus itu tadi yang membuat aku bisa mengampuni papa."

Namun kini, papa Umar telah meninggal dunia. Sekalipun begitu, Umar telah dibebaskan dari kepahitan dan telah menemukan Papa sejatinya, Yesus Kristus yang memberikan masa depan yang baru untuknya.

"Dulu sebelum aku kenal Yesus, masa depan aku itu ngga ada, masa depan aku suram deh.. hitam. Sekarang aku percaya masa depan aku itu gilang gemilang. Masa depan aku itu masa depan yang penuh harapan. Meskipun aku ngga pernah merasakan kasih papa dan mama, namun sejak aku kenal kasih Yesus, Dia mengasihi aku lebih dari segalanya. Dan aku rasa, ngga ada lagi yang kurang dalam hidup aku." (Kisah ini ditayangkan 28 September 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel)

Sumber Kesaksian:
Teuku Umar
Sumber : V090715112055
Halaman :
1

Ikuti Kami