Hary Tanoesoedibjo: Berfokus dan Berespons Benar di Saat Krisis

Entrepreneurship / 5 July 2009

Kalangan Sendiri

Hary Tanoesoedibjo: Berfokus dan Berespons Benar di Saat Krisis

Tammy Official Writer
12674
Krisis bisa berarti peluang, tapi krisis juga bisa berarti kehancuran. Semuanya tergantung respon kita. Kita memilih untuk hancur dengan berfokus pada masalah dan situasi; atau kita bisa memilih untuk bangkit dan menang dengan berfokus pada Tuhan dan hikmat-Nya. Fokus dan respon yang benar akan menentukan hasil akhir.

Berikut ini adalah sharing pengalaman dari Hary Tanoesoedibjo, CEO MNC Group, yang memilih untuk berfokus dan berespon dengan benar saat krisis menimpanya.

"Saya mengawali karir dengan memimpin sebuah perusahaan investasi yang berkembang dengan cepat sekali. Tapi tahun 1998, saya kehilangan sebuah bank yang baru saja saya beli tapi langsung ditutup. Dalam waktu satu malam, semuanya hilang. Kapitalisasi pasar perusahaan saya Cuma sektiar belasan juta dolar, tapi utangnya lebih dari itu. Saat itu saya frustasi sekali. Saya mengirim keluarga saya ke Singapura dan mulai mencari Tuhan.
Setiap malam hari saya memutar lagu "Tuhan Yesus setia, Dia sahabat kita." Dan saat bangun pagi saya berteriak, "Tuhan, tolong saya, tolong saya!" Saat weekend saya ke Singapura untuk ke gereja. Kalau dulu saya ke gereja hanya untuk mengantar istri, lalu nantinya kembali lagi untuk menjemput, sekarang saya ikut ke gereja untuk belajar Alkitab.

Saya perhatikan banyak teman pengusaha yang down dan jadi pesimis serta negative thinking. Tapi karena saya mencari Tuhan untuk berserah pada-Nya, iman saya semakin hari semakin kuat. Ketika saya mengandalkan kekuatan Tuhan, ada suatu kekuatan luar biasa yang mengalir ke dalam diri saya, sehingga saya punya motivasi yang besar untuk bangkit lagi.

Karena didorong oleh perubahan yang sangat mendasar ini, dan tidak lagi mengandalkan kekuatan sendiri, maka tahun 1999 saya tidak punya utang lagi dan bahkan bisa melakukan ekspansi ke mana-mana. Saya belajar bahwa untuk mengetahui destiny bisnis kita pun, kita harus mengandalkan hikmat Tuhan sebab kalau mengandalkan logika saja, kita seringkali keliru sebab logika itu ada batasnya. Tapi kalau kita mengandalkan iman dan berserah pada Tuhan, maka kita menyerahkannya pada sesuatu yang tanpa batas. Jadi logika harus mengikuti iman. Saya tahu, dalam realitasnya itu tidak mudah dan saya pun kadang harus bergumul dan harus berkonsultasi.

Secara logika misalnya, saya membeli sebuah perusahaan rokok karena tampaknya baik. Tapi seorang hamba Tuhan yang mementor saya mengatakan saya harus menjualnya. Saya berusaha untuk taat dan saya menjualnya. Ternyata awal Januari 2001 saya ditawari saham Bimantara dan itu mengubah peta bisnis yang saya geluti. Dari situ saya bergerak ke media, mulai dari RCTI, lalu ke Global TV, TPI, Indovision dan juga ke Fren Mobile 8 dan Komselindo. Kalau dulu saya tidak taat dan tidak menjual perusahaan rokok tadi, saya tidak akan punya cukup cash untuk membeli Bimantara. Jadi saya melihat, kalau kita taat, Tuhan pasti memberikan yang terbaik.

Hary TanoesoedijoSaya tahu, tugas saya di media adalah message yang positif, yang tidak destruktif. Platform saya adalah media yang netral dan konstruktif. Karena itu sejak 2006 saya mulai memperkenalkan sinetron rohani, baik saat Natal maupun saat Idul Fitri. Sinetron Nayla misalnya, itu saya yang minta untuk buat. Dan ratingnya ternyata cukup tinggi karena kita membuatnya dengan kualitas yang baik.

Mulai tahun 2000 kemarin pun, saya selalu mengusahakan mezbah keluarga setiap hari. Kalau hari itu saya tidak bisa, maka istri yang memimpin. Dan ketika anak pertama saya sekolah di Sydney tahun 2005, kami pakai telepon untuk bisa melakukan mezbah keluarga bersamanya supaya dia tidak tertinggal. Jadi intinya, kita harus kembali ke yang paling basic, yaitu hubungan dengan Tuhan."

Kerja Keras
Hary Tanoe juga membukakan bagaimana secara spesifik Tuhan memulihkan bisnisnya dalam setahun dari minus jadi plus. Ternyata, dengan motivasi yang Tuhan berikan, Hary Tanoe dimampukan untuk bisa bekerja keras.

"Waktu itu saya kerja dengan sangat keras, mumpung keluarga ada di Singapura. Padahal teman-teman yang lain mengatakan "untuk apa kerja keras begitu!" Saya kerja dari jam 7 pagi sampai jam 1 subuh. Akibatnya ada banyak kesempatan yang bisa saya peroleh. Saat krisis 1998 terjadi anomali yang luar biasa. Barang-barang harganya sangat murah, dan bahkan masih murah sampai dengan tahun 2002. Contohnya, saya membeli gedung di kawasan Kuningan dengan harga yang sangat murah di tahun 2001. Lalu juga beberapa saham lain dijual dengan sangat murah di tahun 1998 dan 1999. Jadi saya banyak memperoleh keuntungan dari situ.

Tahun 2008 ini ekonomi Indonesia tidak jadi lebih baik dari 2007, apalagi bisnis di pulau Jawa karena di Jawa ini adalah basisnya business and manufacturing. Justru yang natural resources-nya, seperti minyak dan gas, berada di luar Jawa. Sedangkan 60% penduduk Indonesia ada di pulau Jawa. Jadi tahun 2008 kemarin bukanlah tahun yang mudah. Kalau melihat secara logika terasa sulit. Tapi saya percaya, justru di dalam ketidakpastian ini kuasa Tuhan akan lebih jelas terlihat."

Sumber : GetLife!
Halaman :
1

Ikuti Kami