Kue Janda Sarfat

Kata Alkitab / 19 June 2009

Kalangan Sendiri

Kue Janda Sarfat

Puji Astuti Official Writer
11171

Salah satu kisah Alkitab favorit saya adalah kisah janda di Sarfat. Sungguh mengesankan bagaimana dia dengan berani memberikan kue dari tepung terakhir dan minyak terakhir miliknya untuk seorang nabi yang belum pernah di kenalnya.

Pernahkah Anda mengalami keadaaan seperti janda Sarfat tersebut? Makanan di rumah sudah tidak ada, hanya ada tepung sebungkus, gula dan margarin. Jika adonan dicampur dengan air, dan dipanggang di wajan dengan di oles sedikit margarine, kue ini enak juga karena sudah tidak punya makanan lain. Itu pengalaman yang saya alami. Saat kue di buat, besok saya tidak membuatnya lagi karena tepung sudah habis dan harus membeli lagi.

Namun berbeda dengan janda di Sarfat itu. Yang dia alami adalah sebuah pertaruhan hidup dan mati. Dia sedang bersiap membuat makanan terakhir bagi dirinya dan anaknya. Namun tiba-tiba seseorang yang tidak dikenalnya datang minta minum dan makan. Sepertinya janda tersebut sedikit berkata dengan ketus saat menjelaskan pada Elia bahwa persediaan yang dia miliki hanya sisa untuk dia dan anaknya. Setelah itu dia tinggal menunggu kematian datang menjemput. Yang sungguh mengagetkannya, Elia yang terlihat gemuk dan sehat karena sebelumnya tinggal di sungai Kerit dan di pasok daging oleh burung gagak itu tetap berkeras meminta kue darinya.

Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." (1 Raja-raja 17:12).

Elia, sang nabi Tuhan tersebut pun menjawab dengan tegas dan memberikan sebuah janji yang sepertinya mustahil terwujud.

Tetapi Elia berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." (1 Raja-raja 17:13-14).

Jika saya jadi janda itu, saya pasti tidak bisa percaya dengan apa yang saya barusan dengar. Namun yang luar biasa, janda itu melakukan dengan taat apa yang Elia katakan.

Sebelumnya Elia belajar dari Tuhan akan apa arti ketaatan dan iman saat dia di tuntun Tuhan untuk berada di sungai Kerit dan menanti burung Gagak yang notabene pemakan daging untuk mengantarkan daging baginya. Ketaatan Elia membuahkan pemeliharaan dalam kondisi kemustahilan.

Kemudian Elia mengajar kepada janda Sarfat untuk mengalami pengalaman yang sama dengannya. Dia meminta janda itu untuk "pergi" dan "melakukan" apa yang Tuhan katakan melalui dirinya. Sebuah ketaatan sederhana menghasilkan mukjizat. Tempayan tepung dan buli-buli minyak sang janda itu tidak pernah kosong selama kemarau panjang dan masa-masa kelaparan.

Janda Sarfat bertemu dengan Tuhan di dapurnya. Saya rasa mulai hari itu dia akan bernyanyi memuji Tuhan setiap kali membuat roti di dapurnya. Dia belajar sebuah pelajaran hidup yang sangat penting, memberi ditengah-tengah kekurangannya. Sebuah iman dan kepercayaan akan janji Tuhan bahwa Dia akan mencukupkan kebutuhannya.

Sekarang, setiap kali saya membuat kue janda Sarfat (tepung, gula dan margarine di panggang), saya mengingat kembali iman janda itu dan saya ingin meneladaninya. Bagaimana dengan Anda, apakah Anda memiliki iman seperti janda Sarfat itu?

(Inspirasi: Elia, Pria Heroik dan Rendah Hati; Charles Swindoll; Cipta Olah Pustaka)

Halaman :
1

Ikuti Kami