Demi Gengsi, Menyekap Anak Selama 40 Tahun

Serba-Serbi Sehat / 24 September 2008

Kalangan Sendiri

Demi Gengsi, Menyekap Anak Selama 40 Tahun

Lestari99 Official Writer
7326

Apa jadinya jika sepasang suami istri menyekap dua orang anaknya yang cacat selama 40 tahun karena gengsi dan tidak ingin mempermalukan anaknya yang sehat? Inilah yang dilakukan pasangan suami istri yang tinggal di tepi Barat Palestina.

Tidak ada yang dapat membayangkan apa yang telah dilakukan pasangan suami istri ini di desa kecil yang bernama Beit Awwa. Kedua anak mereka, Bassam Musalmeh (38) dan kakak perempuannya, Nawal (42) dikurung dalam sebuah ruangan berdinding beton yang terletak di belakang rumah keluarga. Kondisi ruangan itu sangat memprihatinkan, kotor dan bau pesing memenuhi seantero ruangan. Tidak ada orang yang tahan berlama-lama berada di ruangan tersebut.

Polisi secara tidak sengaja menemukan dua orang bersaudara ini saat sedang melakukan penggerebekan di desa itu, Selasa (26/8), saat sedang memburu anggota hamas dan sejumlah penjahat. Kepala polisi setempat, Samih Saify mengatakan, ketika anggotanya masuk ke rumah itu, mereka mendengar suara-suara aneh dan tergerak untuk menyelidikinya. Mereka kemudian menemukan Bassam dalam keadaan telanjang dan Nawal hanya mengenakan daster tipis. Polisi pun mengambil gambar mereka. Ibrahim, ayah kedua anak itupun ditangkap meskipun belum jelas apakah dia ditangkap karena telah mengurung kedua anaknya atau karena terlibat dalam organisasi hamas.

Karena perhatian media yang sudah membesar, Rabu (27/8), Bassam dan Nawal pun dimandikan dan diberikan pakaian yang pantas. Ruang penyekapan mereka pun sudah dibersihkan dan dirapikan meski bau pesing masih sangat menyengat.

Menurut paman mereka, Mohammed Musalmeh, kedua orang itu belum pernah didiagnosis menderita suatu gangguan mental tertentu tapi memang mereka tidak dapat berbicara ataupun mengenal orang lain. Saat seorang reporter Associated Press masuk ke ruangan tempat Nawal berada, tampaknya perempuan itu memang tidak menyadari kehadiran orang lain di ruangan itu.

Bassam dan Nawal dikurung dalam ruangan yang terpisah namun berhadapan. Meskipun ruangan itu cukup mendapat sinar matahari, tetapi tidak terlihat dari luar karena dikelilingi tembok yang tinggi. Satu-satunya pintu yang menghubungkan ruangan itu dengan bangunan utama pun jarang dibuka.

Kasus ini kembali menyoroti masalah keluarga Palestina yang malu memiliki anak cacat. Kondisi ini semakin parah karena buruknya pelayanan kesehatan dan tradisi menikah dengan sepupu pertama. Banyak komunitas Arab lebih memilih menikah antar sepupu pertama untuk menjaga keturunan dalam keluarga. Hal ini memang tidak tergolong incest. Namun kurangnya kesadaran masyarakat bila menikah dengan saudara yang hubungannya masih terlalu dekat akan meningkatkan kemungkinan melahirkan anak dengan cacat bawaan. Ibrahim sendiri menikahi sepupu pertamanya dan menghasilkan 8 anak. 7 dari 8 anak mereka cacat dan 5 di antaranya meninggal saat masih kecil. Sekarang tinggal Bassam, Nawal dan seorang putranya yang telah menikah.

Mohammed mengatakan, Ibrahim dan istrinya mengurung kedua anak itu untuk menghindari rasa malu terhadap lingkungan sekitarnya. Banyak orang Arab memberi stigma negatif pada penyandang cacat dan menolak menikah dengan anggota keluarga mereka karena takut mendapatkan keturunan cacat pula.

Mohammed juga mengatakan, keluarga itu tidak bisa mendapatkan perawatan jangka panjang untuk kedua bersaudara yang malang itu. Sedangkan Saify sendiri berharap pemerintah Israel dapat menyediakan perawatan itu.

Imad Abumohr, aktivis pembela penyandang cacat Palestina mengatakan, adalah suatu hal yang mustahil bagi kedua bersaudara itu untuk mendapatkan perawatan profesional dalam jangka panjang di wilayah Palestina karena fasilitas untuk itu nyaris tidak ada. "Hal ini sangat menyedihkan, memalukan sekaligus mengerikan," katanya.

Menurutnya, kasus keluarga Musalmeh sangat dramatis tapi bukannya tidak pernah terjadi sebelumnya. Abumohr berkata, tahun lalu, organisasinya pernah dipanggil untuk menyelamatkan seorang remaja cacat mental berusia 17 tahun yang dicampakkan ke tempat sampah. Remaja malang itu mengalami luka lecet di perut, leher, tangan dan kaki akibat jeratan tali. "Saya yakin banyak kasus orang-orang yang disembunyikan di kawasan pedesaan," katanya.

Sumber : kompas.com
Halaman :
1

Ikuti Kami