KWI dan PGI Adukan Nasip Gereja ke Komnas HAM

Nasional / 17 December 2007

Kalangan Sendiri

KWI dan PGI Adukan Nasip Gereja ke Komnas HAM

Puji Astuti Official Writer
7788

Rohaniwan Mudji Sutrisno (kiri), didampingi Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr Martinus D Situmorang OFMCap (tengah), dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Andreas A Yewangoe, memberikan keterangan saat menyampaikan pengaduan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (14/12). KWI dan PGI melaporkan kepada Komnas HAM sejumlah gereja yang ditutup dan dirusak oleh sejumlah oknum selama 2004-2007.

[JAKARTA] Kedewasaan masyarakat Indonesia dalam beragama dipertanyakan, menyusul maraknya kasus penyerangan dan pengrusakan rumah-rumah ibadah di Indonesia.

Selain itu, ada kecenderungan kemerdekaan tiap-tiap warga negara tidak dijamin lagi oleh negara. Para pejabat negara pada tingkat tertentu melakukan pembiaran dan tidak memberikan fasilitas yang layak dalam rangka peribadatan yang dilakukan umat beragama.

Demikian Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe saat bersama perwakilan PGI dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) menyerahkan daftar gereja dan rumah ibadah yang ditutup, dirusak dan mengalami kesulitan ibadah kepada Komnas HAM di Jakarta, Jumat (14/12).

Dalam penyerahan laporan ke Komnas HAM tersebut, Yewangoe didampingi Ketua Presidium KWI Mgr Martinus D Situmorang, Romo FX Mudji Sutrisno, Romo Benny Susetyo, Romo Ismartono (KWI) serta Wakil Sekretaris Umum PGI Weinata Sairin dan Sekretaris Eksekutif PGI Gomar Gultom. Mereka ditemui tiga Komisioner Komnas HAM yakni Johny N Simanjuntak, Yoseph A Prasetyo dan Ahmad Baso.

"Seharusnya negara melindungi dan menghargai perbedaan pendapat di masyarakat. Bukan negara mengambil suatu posisi. Saya kira tugas negara adalah mengayomi warganegaranya, betapapun adanya perbedaan tersebut. Yang saya lihat sekarang ini ada kecenderungan negara tidak melakukan perlindungan tersebut dan melakukan pembiaran," kata Yewangoe.

Di sisi lain, kata dia, perlu dipertanyakan sampai sejauh mana kedewasaan masyarakat Indonesia dalam beragama. Apakah masyarakat Indonesia sudah sungguh-sungguh dewasa dalam menjalankan keyakinannya. Ini memang pertanyaan dasar. Tapi ini pertanyaan hidup yang harus dijawab dengan praktek nyata dalam hidup beragama.

108 Kasus

Dalam laporan PGI dan KWI ke Komnas HAM, tercatat 108 kasus penutupan, penyerangan dan pengrusakan gereja terjadi sejak 2004-2007. Dengan rinciannya, pada tahun 2004 terdapat 30 kasus, 2005 ada 39 kasus, 2006 ada 17 kasus dan 2007 ada 22 kasus. Adapun provinsi yang terbanyak terjadi kasus-kasus tersebut adalah Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Poso dan Bengkulu.

Atas adanya laporan tersebut, Benny Susetyo meminta Komnas HAM agar segera bertindak cepat untuk menghentikan kekerasan dan menghentikan penutupan rumah-rumah ibadah semua agama. "Cara melaporkan kami tidak hanya untuk kalangan umat Kristen atau Katolik saja tapi juga umat atau penganut keyakinan lain yang hak-haknya untuk beribadah dibatasi sekelompok orang. Selain itu, Komnas HAM juga harus segera melakukan penyelidikan serta menekan kekuasaan untuk berperan sesuai dengan fungsinya,"tandasnya.

Weinata Sairin menambahkan agar negara segera memfasilitasi atau memberi kemudahan bagi 108 gereja yang telah ditutup atau dipersulit perizinannya. "Sebagai bangsa yang majemuk, kami meminta agar perbedaan dan keberagaman yang ada di negara ini diapresiasi dengan baik. Jangan sampai ada warga atau sekelompok warga yang berbeda merasa terpinggirrkan dalam kehidupan berbangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," ujarnya.

Atas permintaan tersebut, Komisioner Komnas HAM Johny Simanjuntak berjanji meminta penjelasan Kapolri Jenderal Pol Sutanto terkait penyerangan dan pengrusakan rumah-rumah ibadah di Indonesia. Komnas HAM juga akan meninjau ulang nota kesepahaman yang telah ditandatangani bersama Polri.

"Komnas HAM menghargai atas semua yang disampaikan PGI dan KWI. Kami akan menggunakan kewenangan kami sesuai dengan UU dalam menjalankan pemantauan dan penyelidikan. Kami akan lebih mengoptimalkan lagi kerja sama dengan Polri dan akan meminta penjelasan kepada Kapolri terkait kasus ini," katanya.

Komisioner Komnas lainnya Yoseph A Prasetyo mengatakan, masih maraknya penyerangan dan perusakan tempat ibadah umat minoritas menunjukkan bahwa tidak hanya kelompok agama-agama yang difatwa sesat saja yang diserang. Tapi juga agama yang secara resmi diakui negara justru mendapatkan penyerangan, hambatan di lapangan. Menurut dia, negara sebagai pemangku kewajiban mulai dari menteri, gubernur, bupati/walikota, camat dan lurah sepertinya tidak bertindak efektif dalam melakukan pencegahan terhadap penyerangan tempat-tempat ibadah kristen dan kelompok agama yang lain.

"Tidak ada satu dua kelompok yang mengatasnamakan masyarakat meminta supaya tempat ibadah disegel. Tidak ada seorangpun atau pun pihak manapun bisa melakukan itu. Kalau aparat melakukan pembiaran dan apalagi melakukan kerja sama dengan kelompok masyarakat yang menyegel dan menutup tempat ibadah, itu merupakan suatu kejahatan, "tegasnya.

Sumber : Suara Pembaruan/VM
Halaman :
1

Ikuti Kami