Pro Kontra Perda Tibum, Pengamen, Waria, Kaum Homo dan Lesbi Unjuk Rasa

Nasional / 11 December 2007

Kalangan Sendiri

Pro Kontra Perda Tibum, Pengamen, Waria, Kaum Homo dan Lesbi Unjuk Rasa

Puji Astuti Official Writer
11858

Hari Hak Asasi Manusia sedunia pada Senin (10/12) disambut demonstrasi ratusan orang yang menentang penerapan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda Tibum). Para demonstran yang tergabung dalam Komite Rakyat Bangkit Melawan (Korban) ini menilai Perda tersebut bertentangan dengan HAM. Perda Tibum sendiri akan diberlakukan di Jakarta mulai Januari 2008.

Aksi unjuk rasa sempat berlangsung di Kantor Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat pukul 10.30 WIB. Para pengunjuk rasa berniat menemui Gubernur Jakarta Fauzi Bowo untuk meminta Perda Tibum dicabut. Sayang, mereka tak dapat bertemu Gubernur. Aksi kemudian dilanjutkan di depan Istana Negara, Jakpus. Dalam perjalanan menuju Istana Negara, demonstran yang terdiri dari masyarakat miskin, waria, kaum homoseksual, dan lesbi ini terus berorasi.

Perda Tibum diprotes sebagian masyarakat karena dianggap diskriminatif. Salah satu isinya adalah melarang warga memberi sedekah kepada pengemis maupun pengamen di jalanan. Selain itu, perda ini mengatur pelarangan meminta sumbangan di jalan yang biasa dilakukan sejumlah pengurus masjid. Dalam Perda Tibum, permintaan sumbangan untuk keperluan sosial harus mendapat izin dari gubernur atau pejabat berwenang.

Adapun kaum waria, lesbi dan gay ikut berdemonstrasi karena peraturan dalam Perda Tibum juga menyinggung hak asasi mereka. Beberapa di antaranya adalah larangan menjajakan seks dan memfasilitasi tindakan asusila di tempat umum. Berdasarkan Perda Tibum, pengidap penyakit yang bisa meresahkan masyarakat juga dilarang beredar di tempat umum.

Pro dan kontra menyambut berlakunya kebijakan baru bukanlah hal terpenting. Jauh lebih penting adalah memikirkan solusi dari permasalahan yang timbul akibat berlakunya sebuah kebijakan.

Pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda Tibum) memicu pro dan kontra dari masyarakat. Sebagian masyarakat berharap Perda tersebut segera diberlakukan. Namun dilain pihak, para pengemis, pengamen, dan anak jalanan lainnya serta merta menolak.

Sementara itu, sejumlah warga mengaku setuju atas pemberlakuan Perda ini. Salah satunya adalah Yeni. Dia mengatakan penerapan perda ini merupakan langkah yang cukup baik. "Pasalnya, banyak sekali pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang sengaja mengeksploitasi atau mencari keuntungan dari para anak jalanan. "Tolong Dinas Sosial menertibkan hal seperti itu," pinta Yeni.

Lain halnya dengan Andi. Warga Jakarta Pusat ini mengaku setuju dengan perda itu. Namun penerapan perda harus dibarengi dengan solusi yang tepat bagi para anak jalanan. "Dalam hal ini, pemerintah jangan hanya memberantas, memungut, dan mengangkut tanpa memberikan fasilitas yang layak untuk penyelesaiannya. Pasalnya, hal ini bisa menyesatkan anak jalanan," kata Andi.

Tanggapan serupa dilontarkan Sosiolog Paulus Wirutomo. Dia menyatakan para pengemis dan anak jalanan memang harus dibantu. Namun, kata Paulus, pemerintah tidak bisa memberlakukan perda tanpa mencari jalan keluar bagi mereka. "Perda ini hanya menekan permasalahan. Bila tidak ada solusi yang tepat, tujuan akhir dari perda ini tidak akan efektif," ujar Paulus.

Sumber : Liputan6/VM
Halaman :
1

Ikuti Kami