Warga Ibu Kota Memasak Dengan Kayu Bakar

Nasional / 27 August 2007

Kalangan Sendiri

Warga Ibu Kota Memasak Dengan Kayu Bakar

Puji Astuti Official Writer
6413
Kelangkaan minyak tanah akibat kebijakan pemerintah mengkonversi minyak tanah ke elpiji, memaksa warga yang tinggal di RW 5 Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara (Jakut), menggunakan kayu bakar untuk memasak. Keadaan memprihatinkan ini disebabkan langkanya minyak tanah di kawasan tersebut. Kalaupun ada, harga minyak tanah dirasakan warga sangat mencekik leher.

 

Sejumlah warga mengungkapkan, mereka terpaksa menggunakan kayu bakar sebagai bahan alternatif untuk memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari. Kelangkaan minyak tanah itu terjadi karena proses pendistribusian yang terlambat sehingga harga melambung tinggi, dan warga tak mampu membeli.

"Saya terpaksa pakai kayu bakar untuk memasak karena untuk mendapatkan minyak tanah sangat susah, kalau pun ada harganya sangat mahal," ungkap Tarni, warga RW 5, Semper Barat, Jakut

 

Dengan membawa jerigen, warga terlihat mengantre di sejumlah lokasi agen di wilayah Jakut, seperti di Jalan Raya Plumpang RW 13, Tugu Utara. Kemudian di Jalan Tipar Selatan RW 5 Semper Barat. Seorang agen minyak tanah di Jalan Tipar Selatan, Semper Barat, Lila mengatakan, ia sekarang hanya mendapat satu kali pengiriman stok untuk satu minggu, padahal dulu ia mendapat kiriman tiga kali dalam seminggu. "Sekali pengiriman sebanyak 5.000 liter, dan itu untuk memenuhi kebutuhan 1.800 KK. Harga minyak tanah per liter berkisar antara Rp 3.500 sampai Rp 4.500," jelas Lila. Sementara harga minyak tanah yang dijual pedagang eceran di Kelurahan Gandaria Utara, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan mencapai Rp 5.000 per liter.

 

Kelangkaan minyak tanah juga terjadi di Kota Bekasi. Sejumlah warga mengeluh akibat ketiadaan minyak tanah dua pekan terakhir. Kompor dan tabung gas gratis yang rencananya akan dibagikan pemerintah ke warga hingga kini tak jelas.

 

Sepertinya kesulitan yang dialami masyarakat menjelang akhir tahun ini semakin menindih. Tidak hanya kelangkaan minyak tanah, namun harga-harga bahan pokokpun mulai melambung tinggi. Rencana pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) ternyata mendorong naiknya harga sembilan bahan pokok di berbagai wilayah. Para pedagang besar diduga sengaja menahan pasokan telur menunggu bulan puasa. Hal ini jika tidak segera diantisipasi oleh pemerintah, memicu kenaikan harga yang lebih tinggi, mengingat bulan September sudah memasuki awal puasa.

Disaat seperti ini, kesulitan boleh menghimpit tetapi pengharapan tidak boleh hilang. Karena selama masih ada pengharapan, jalan keluar akan ditemukan dan hidup akan terasa lebih ringan.(VM)

Halaman :
1

Ikuti Kami