300 Kisah Kepahlawanan Yang Luar Biasa

Entertainment / 26 March 2007

Kalangan Sendiri

300 Kisah Kepahlawanan Yang Luar Biasa

Tammy Official Writer
3457

300, film yang diangkat dari novel grafis karya Frank Miller dan sedang diputar akhir Maret di seluruh bioskop terkemuka di Indonesia ini rasanya dapat menjadi referensi tontonan keluarga Anda untuk menyambut Paskah 2007. Meski dengan konteks pengorbanan yang berbeda namun kisah heroik para prajurit Sparta ini menggambarkan tentang makna dan kekuatan sebuah pengorbanan yang sesungguhnya.

Berjuang sampai titik darah penghabisan, berkorban hingga nafas terakhir untuk negara dan tanah air, memang selalu akan menggelitik keharuan perasaan hingga ke batas pemikiran. Siapa sih kiranya yang akan sanggup pergi berlaga untuk tidak kembali lagi? Sementara keluarga tetap menanti? Dengan harapan, semangat inilah yang kiranya bisa menyulut persatuan untuk kembali mengusir kehadiran pendatang.

Jiwa heroik, tangguh, keberanian, keuletan, strategi perang yang apik dan mental baja sepertinya habis-habisan dituangkan di film ini. Adalah tidak mungkin sepertinya meraih kemenangan atas jutaan pasukan pendatang, Persia yang berencana mengepakkan kekuasaannya di negeri Yunani hanya dengan bermodalkan 300 prajurit Sparta yang tangguh, pemberani dan siap mati demi tanah air. Namun, itulah yang dilakoni oleh Raja Leonides pada pasukannya. Semangat untuk siap berkorban demi memperjuangkan kemerdekaan negaranya dari tangan penjajah. "What will men do to be free?" ungkapan yang diucapkan oleh Sang Ratu, Gorgo, permaisuri Raja Leonides di malam terakhir sebelum suaminya memimpin 300 prajurit terbaiknya ke medan laga justru semakin membakar semangat Leonides untuk melakukan perlawanan ketimbang berdiam diri dan menyerah pada nasb.

Adalah negeri Sparta, salah satu negeri yang ada di dataran Yunani, penuh dengan kekerasan dan hidup penuh perjuangan. Adalah biasa bagi mereka membuang anak yang dianggap lemah, cacat dan dianggap tak bisa berjuang untuk hidupnya kelak. Namun, jika anak lelaki tersebut sempurna, adalah biasa juga seja kecil mereka ditempa untuk dapat membela dirinya dari kematian.

Bahkan, sekali lagi, adalah biasa bagi penduduk Sparta untuk mengirim anak lelaki berumur 7 tahun untuk bertempur dan "belajar" membiasakan diri berjuang mempertahankan dirinya. Bahkan, tak ada tangis, tak ada keluhan yang pantas diucap atau bahkan diperlihatkan bagi semua kaum Sparta, bahkan tidak untuk para wanita. Leonides pun ikut "mencicipi" pendidikan tersebut, ia pun harus meninggalkan kampung halamannya untuk ditinggalkan di hutan bebas untuk belajar "survive" dari berbagai tantangan tanpa adanya bantuan sama sekali dari keluarganya. Jika memang ia berhasil, adalah sangat membanggakan ia pulang sebagai prajurit Sparta yang sesungguhnya. Namun, jika tak berhasil, berarti memang ia bukan prajurit Sparta.

Hukum seperti inilah yang menghiasi kehidupan warga Sparta. Sampai muncul utusan dari pasukan Persia yang akan menggempur selurh daratan Yunani untuk kemudian menancapkan kekuasaannya di negeri Yunani tersebut, salah satunya juga adalah Sparta. Utusan ini pun tak main-main dengan ucapannya. Dengan membawa kepala-kepala para raja dari negeri yang berhasil ditundukkannya pun utusan diterima oleh Raja Leonides. Namun, bukan Sparta namanya kalau tak berjuang. "This is Sparta!!" teriaknya sambil menendang utusan tersebut ke sumur yang sangat dalam beserta dengan pengikut-pengikutnya yang lain.

Meski demikian, tindakan tersebut bukan berarti tanpa perhitungan. Namun, di saat itu adalah suatu keharusan bagi seorang raja yang akan berperang untuk pergi meminta restu dari Ephor, turunan manusia yang dianggap lebih istimewa ketimbang manusia biasa, termasuk seorang raja. Dengan maksud meminta restu itulah Leonides pergi ke pegunungan tempat tinggal para Ephor tersebut. Lucunya, untuk mendapatkan "restu" itu Leonides pun harus memberikan banyak emas dan wanita muda, cantik yang akan dijadikan "Oracle" atau pembawa pesan dari para dewa. Lucunya lagi, Oracle ini juga nantinya akan menjadi "santapan" bagi para Ephor yang bernafsu besar.

Sayangnya, dari pesan Oracle inilah justru Leonides tak boleh memberikan perlawanan sedikit pun, bahkan ia malah harus menjalankan perayaan ritual Sparta tiap tahunnya di saat Persia akan menyerang. Tidak setuju dengan keputusan Eophor tersebut, Leonides pun menggalang kekuatannya sendiri dengan mengumpulkan pasukan sebanyak 300 prajurit terbaik Sparta untuk menekan musuh di balik dinding batu di sebuah pegunungan. Kalau dilihat strategi Leonides sama sepetri saat ia masih muda di hutan lepas mencoba mengalahkan seekor serigala buas.

Raja Persia, Xerxes pun termakan oleh tipuan ini. Leonides dengan pasukannya pun membuat tembok yang tinggi dan kuat yang akan menolong mereka dalam menahan pasukan lawan. Peperangan demi peperangan pun dimulai. Leonides dibantu pengikut setianya berhasil menumbangkan lawan-lawannya di hari pertama mereka bertarung. Bahkan, tanpa disangka, pasukan Leonides tak mengalami kerugian. Dengan strateginya seperti formasi kura-kura (bersenjatakan tombak dan perisai), mereka saling bahu membahu melawan musuh yang menyerang.

Sampai pada akhirnya pun Xerxes mengunjungi Leonides dan menawarkan suatu "kerjasama". Menjadikan Leonides sebagai penguasa seluruh Yunani namun ia harus menyerah pada Xerxes. Tawaran yang pastinya ditolak.

Sementara itu, di negeri Sparta pun, Ratu Gorgo juga terus berjuang agar supaya sang Raja mendapatkan bantuan. Ini baru akan bisa dilakukannya dengan berbicara di depan dewan. Sayang sungguh sayang, pengkhianat di antara anggota dewan yang memaksa membantu malah justru menusuk pembicaraan Ratu saat di depan dewan. Namun, tentunya pengkhianat tersebut bisa dibuktikan kebohongannya.

Halaman :
1

Ikuti Kami