Mujizat Yang Mengikuti Pemulihan

Family / 14 February 2007

Kalangan Sendiri

Mujizat Yang Mengikuti Pemulihan

evrianty Official Writer
7134
Sumber Kesaksian: Marni Bandaso
 

N. Leonard Panasea amat sedih melihat kondisi istrinya, Marni Bandosa.
Saya lihat istri saya, saya merasa sangat sedih. Dalam keadaan tidur nyenyak, kadang-kadang jam satu, jam dua, jam tiga saya terkaget. Semua anak-anak dalam keadaan tidur nyenyak., istri saya tidak ada. Saya waktu keluar kamar rasanya mau mati melihat istri saya. Fisiknya lemah, semakin menurun dengan drastis, dia nampak kurus sekali. Dokter sudah menyatakan bahwa istri saya ini mengidap penyakit kanker, kanker payudara.

Mathias Yekwam, paramedis di RSUD Manokwari menyaksikan bagaimana kondisi kanker payudara Marni. Saat itu telah timbul pembengkakan disertai adanya nanah, namun belum sampai pecah. Kondisinya masih bengkak dan merah.

Bagi Marni Bondaso yang terbayang hanyalah kematian.
Perasaan saya sebagai manusia mungkin itu adalah waktu untuk saya mati. Saya takut. Saya bisa bayangkan hari-hari menjelang kematian itu rasanya bagaimana. Itu ada dalam pikiran saya. Setiap hari mulai dari pagi, siang, malam itu saja yang ada dalam pikiran saya.

Leonard tidak lagi melihat harapan adanya kesembuhan.
Anak-anak saya sudah tahu bahwa mamanya sudah tidak punya harapan lagi untuk hidup. Kalau kami berkumpul, kami bicara tentang harapan, tapi dibalik semua itu anak-anak saya tahu bahwa ibunya sudah tidak punya harapan lagi untuk hidup.

Bagi Marni yang terpenting saat itu adalah anak-anaknya.
Kasihan anak saya masih kecil-kecil. Tapi kalau saya tinggalkan mereka saya merasa kasihan mereka tidak punya ibu. Bagaimana perasaan mereka jika tetangga mereka bisa panggil mama sementara mereka tidak punya mama?. Jadi saya sedih sekali waktu itu. Kalau mereka berempat duduk berdoa untuk saya sementara saya ada di tempat tidur, saya mendengar mereka berdoa dengan ketulusan hati minta pada Tuhan untuk kesembuhan saya.

Setelah mendapat rujukan dokter dari Manokwari, Marni dan keluarga berangkat untuk berobat ke Ujung Pandang dengan menggunakan kapal Ceremai. Di kapal inilah mereka bertemu dengan seorang pendeta yang menyadarkan Marni akan akar pahit yang ada dalam dirinya.

Pertemuan ini membongkar semua dosa dalam hidup Marni.
Saya dendam pada orang tua saya. Pokoknya yang namanya semua dosa saya akui. Saya merasa seperti orang paling berdosa di dunia ini. Saya tidak layak untuk Tuhan. Berdoalah kami. Waktu kami berdoa kami membuka hati kami buat Tuhan, kami sungguh buka hati untuk Tuhan. Itu saat yang tidak dapat kami lupakan. Itu adalah dimana Tuhan menjamah hidup saya. Tuhan mengangkat penyakit saya.

Malam itu saya tidur pulas. Pokoknya pulas dan tidak terpikir mau bangun atau apa. Bahkan pagi-pagi saya harus dibangunkan suami saya. Waktu saya bangun saya kaget : "Eh, saya masih hidup, Puji Tuhan".

Saya mulai coba tarik nafas. Biasanya kalau saya tarik nafas pasti sakit, tapi ini tidak sakit... tidak sakit... saya batuk dan cari alasan untuk sakit, tapi tidak sakit. Lalu saya buka resluiting jaket, eh sudah tidak merah dan tidak ada lagi cairan yang keluar, sudah tidak sakit. Lalu saya berteriak : "Saya sembuh!!... saya sembuh!!...

Kami pergi ke dokter sambil memberi surat pengantar hasil dari rumah sakit Manokwari, lalu dokter itu hanya geleng-geleng kepala. Kemudian dokternya mengatakan hasilnya sambil mengatakan : "Selamat, ibu sembuh.. sembuh total. Langsung hari itu saya berteriak di ruangan itu, di laboratorium itu "Saya sembbbuuuuhhh...". Sayapun menangis

Akhirnya Marni mengalami kesembuhan karena jamahan Tuhan. Selain kesembuhan jasmaninya, ia juga mengalami pemulihan hubungan dengan orang tuanya yang ternyata menjadi akar kepahitannya selama ini.

Saya ada saat ini semuanya karena kemurahan Tuhan.

Halaman :
1

Ikuti Kami