Masyarakat Indonesia kembali protes setelah rencana iuran BPJS akan dinaikkan pemerintah.
Merasa terlalu membebani, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI) berencana menggelar aksi demo di depan kantor DPR/MPR RI pada Rabu, 2
Oktober 2019 hari ini. Mereka menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan khususnya untuk Kelas III.
Menanggapi hal ini, Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) dr H M Subuh, MPPM menyampaikan kalau kenaikan iuran BPJS
sebenarnya masih belum fix. Pasalnya, rencana tersebut masih menunggu keputusan dari presiden.
“Sekarang masih dalam proses, kalau sudah ditetapkan ya harus
diikuti. Presiden masih menerima masukan, termasuk dari organisasi profesi. Kita
juga mempertimbangkan yang sebagian pembayarannya ditanggung perusahaan,” kata dr Subuh, seperti dikutip Detik Health, Selasa (1/10).
Sebagaimana diketahui, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan
ini meliputi kenaikan untuk Kelas I sebesar Rp 160 ribu per bulan, Kelas II menjadi
Rp 110 ribu per bulan dan Kelas III masih tetap dengan harga sebelumnya. Hal
ini diputuskan sesuai dengan masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena pesertanya merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Adapun alasan utama pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS kesehatan adalah untuk menanggulangi masalah defisit keuangan yang semakin meningkat.
Baca Juga:
Tak Bayar Tagihan BPJS Kesehatan, 3 Kerugian Ini Yang Akan Kamu Tanggung
BPJS Ketenagakerjaan Resmi Beroperasi Penuh Mulai Hari Ini
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebutkan jika kenaikan ini jadi salah satu solusi untuk memperbaiki persoalan defisit.
“Tujuan kita tidak untuk menyusahkan masyarakat, ada 130 juta
masyarakat yang ditanggung pemerintah. Kalau kita rata-rata iuran BPJS Kesehatan
Rp 40.000 sementara pengeluaran rata-rata mencapai Rp 50.000. Ini yang membuat defisit,” jelasnya.
Fachmi menjelaskan bahwa sistem BPJS Kesehatan bersifat
gotong royong di mana yang kaya mensubsidi yang miskin dan yang sehat
mensubsidi yang sakit. Misalnya, kelas I iuran normalnya Rp 300.000 per bulan,
tapi pemerintah hanya membebaninya dengan Rp 160.000. Sisanya disubsidi oleh sektor lain.
Dengan penjelasan ini, tentunya tuntutan Serikat Pekerja Indonesiayang
menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan Kelas III sama sekali tak beralasan. Sebab
pemerintah sendiri sudah memutuskan tidak membebani masyarakat menengah ke bawah.
“Kami mengatakan iuran BPJS Kelas III akan memberatkan rakyat
dan menurunkan daya beli. Oleh karena itu, kami mengusulkan dan menyarankan kepada
beliau (presiden) untuk dipertimbangkan iuran Kelas III tidak dinaikkan,” ucap Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini menyusul aturan baru soal peserta
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2019. Aturan ini dibuat sesuai dengan
Keputusan Menteri Sosial Nomor 109/HUK/2019 tentang Perubahan Data Peserta Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Tahun 2019, BPJS Kesehatan memutuskan untuk menonaktifkan kurang lebih 4.6 juta peserta PBI terhitung mulai 1 Oktober 2019 kemarin.
“Peserta tersebut mulai 1 Oktober maka penjaminan layanan
kesehatannya tidak lagi dijamin oleh BPJS Kesehatan,” kata Deputi Direksi Bidang
Kepesertaan BPJS Kesehatan, Bona Evita.
Untuk mencari tahu apakah seseorang masih masuk PBI atau
tidak bisa dicek melalui Dinas Sosial setempat, kantor BPJS, atau rumah sakit.