Seperti yang kita sudah ketahui, bahwa persis kemarin
(25/09/19) Palu mengalami bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami dan likuefaksi.
Tapi siapa yang sangka bahwa beberapa korban tersebut masih ada yang tinggal di tenda pengungsian.
Sudah setahun lamanya, mereka masih terus berjuang dan
bertahan hidup di tenda darurat karena nggak kebagian huntara alias hunian sementara dari pemerintah.
"Kami mau kemana lagi?" Kata Jaka (43) seorang
korban di Kelurahan Wombo Kalongo Kecamatan Taweli, Kota Palu yang dikutip dari Anata.
Jaka adalah satu dari banyaknya keluarga yang bertahan hidup
seadanya. Dia menceritakan bagaimana dia hidup bersama kedua anaknya, dengan kekurangan bahan makanan.
Menurut pengakuan dari Jaka, sampai saat ini di Kelurhana Wombo masih ada sekitar 15 kepala keluarga yang belum memiliki tempat tinggal huntara, apalagi hunian tetap. Karena itulah mereka masih bertahan tinggal di pengungsian sampai bantuan pemerintah turun lagi.
Untuk bisa memenuhi kebutuhan makan dan minum, istri Jaka
harus mengupas dan mengiris bawang goreng dengan upah rata-rata perhari 30 ribu doang dan itulah untuk membeli beras, sayur dan ikan.
Sama halnya, Fahmi warga setempat juga mengalami hal yang sama
yakni tinggal di sebuah tenda pengungsian yang diberikan oleh salah satu lembaga kemanusiaan di luar negeri.
Menurut Fahmi, sebelumnya ada banyak orang yang tinggal
bersama mereka di pengungsian tapi akhirnya yang lainya memutuskan untuk membangun pondok sederhana untuk tinggal sementara.
Baik Fahmi atau Jaka, keduanya sama-sama kehilangan rumah dan mata pencaharian saat gempa bumi dasyat tersebut meluluhlantakkan rumah mereka.
"Saya pikir udah mau kiamat,"ujarnya.
"Tapi syukur, kami semua warga Wombo Kalongo nggak ada yang meninggal dunia karena gempat tersebut."
Mereka juga berharap agar janji pemerintah nggak hanya sebatas janji, tapi segera direalisasikan.
"Kasihan kami, Pak. sudah tidak punya rumah, juga selama pascabencana hampir setahun ini belum tersentuh bantuan seperti halnya yang sudah diterima oleh korban lainnya," keluhnya.
BACA JUGA :
Setahun Pasca Bencana Tsunami, Gereja-gereja Se-kota Palu Menggelar Doa Bersama!
Nah, memperingati setahun gempa ini, ribuan warga Kristen dari berbagai denominasi gereja se-Kota Palu akan berkumpul di Lapangan GOR Jl. Moh. Hatta Palu, Kamis (26/9) petang ini . Mereka akan menggelar doa bersama agar terjadi transformasi di berbagai bidang setelah bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi meluluhlantakkan kota ini pada 28 September 2018.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga Injili Indonesia
(PGLII) Sulawesi Tengah (Sulteng), Yewin Chandra, di Palu, mengatakan bahwa
umat Kristen harus meningkatkan doa agar upaya pemulihan dan pembangunan
kembali Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong berjalan lancar untuk kesejahteraan bersama.
Doa bersama ini bertema “Palu Kota Bersinar dan Terang” dan
semua umat diajak untuk melakukan refleksi diri dan tunduk merendahkan diri
serta mengakui kebesaran Allah atas alam semesta.
"Kami mengharapkan pimpinan-pimpinan gereja tanpa
memandang denominasi untuk bersama-sama dalam kasih, hadir bersinergi menjadi
satu tubuh untuk berdoa bagi bangsa Indonesia, khususnya wilayah terdampak
gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulteng," jelasnya, dilansir Antara