Mohammad Al-Arefe,
seorang ulama dan profesor agama terkemuka di King Saud University di Riyadh,
baru-baru ini mengkritik pihak FIFA karena mengijinkan pesepakbola membuat tanda salib sebagai tanda kemenangan di lapangan.
“Saya telah
melihat video klip pemain sepak bola yang berlari, menendang bola dan saat
mereka berhasil meng-gol kan bola mereka membuat simbol Salib di dada mereka dan pertanyaan saya adalah apakah Fifa melarang hal ini?” tulisnya.
Postingan itu
segera viral dan banyak mengundang kontroversi dari 17.4 juta pengikutnya. Beragam
kritikan dilayangkan terhadapnya. Seorang pengikut melayangkan balik kritikan kepada
Al-Arefe dan membandingkan kritikannya dengan beberapa pesepakbola Muslim Mesir
yang bermain di klub Roma, Italia, yang juga memiliki kebiasaan mengucapkan syukur dengan cara Muslim ketika mencetak gol di lapangan.
“Saya tidak
berbohong Mohammad Salah dan yang lain berlutut untuk berdoa saat mereka mencetak gol dan tidak ada hukuman atas apa yang mereka lakukan,” tulisnya.
Tak hanya
itu, komentator lainnya juga mengkritik dan mengatakan bahwa kritikan Al-Arefe hanya
merusak kesatuan dalam perbedaan dalam dunia sepakbola. Jadi supaya toleransi
dalam sepakbola tidak rusak, mereka justru meminta Al-Arefe saja tidak perlu sibuk mengurusi dunia sepakbola.
“Keluar dari
olahraga kami yang menyatukan orang Kristen, Sunni dan Syiah dalam satu tim dengan
kesatuan hati mereka. Semua orang harus berurusan dengan agamanya dan tinggalkan kami. Semoga FIFA diberkati,” tulisnya.
Selidik punya
selidik, Mohammed Al-Arefe ternyata adalah Sunni radikal yang dilarang masuk di
beberapa negara karena pandangannya yang ekstrimis. Dia juga dikenal telah menyuarakan
supaya para pemuda Muslim ikut dalam perjuangan ke Suriah. ”Al-Arefe ada di
video Youtube yang menyalahgunakan Syiah dan menyuruh para pemuda untuk
bertarung di Suriah. Kami tidak ingin mengimpor krisis Suriah ke Inggris. Dengan
cara itu, dia harus bergabung dengan mereka yang masuk dalam daftar yang
dilarang masuk ke negara Inggris,” kata pendiri Tell Art Fiyaz Mughal kepada Huffingtonpost.com.
Sebagaimana
diketahui, di awal bulan ini saja Al-Arefe telah dilarang masuk ke Denmark. Negara
ini mengaku tidak ingin menyambut pengkhotbah yang telah menebarkan kebencian kepada
banyak orang dan mendoktrinasi pendengar dengan melakukan kekerasan terhadap perempuan
dan anak-anak. “Saya pada dasarnya sangat senang kalau sekarang sudah jelas kepada
semua orang bahwa orang-orang seperti ini tidak diterima di Denmark,” kata
Inger Stojberg, Menteri Imigrasi Inggris.