Kebenaran
dari kehidupan cinta kita adalah bahwa Tuhan tidak punya urusan untuk memilih
pasangan untuk setiap orang. Dan baginya, tak seorang pun yang sempurna atau
istimewa untuk disandingkan sebagai pasangan hidup kita. Karena itu kita harus tahu bagaimana menentukan pasangan hidup yang layak.
Menentukan
pasangan hidup yang tepat tidak selalu mudah dilakukan, khususnya kalau kita
dibingungkan dengan standar dunia. Ada pertanyaan-pertanyaan yang bisa kita
tanyakan tentang orang yang menarik perhatian kita, untuk membantu kita menentukan apakah orang itu adalah pilihan yang baik sebagai pasangan hidup.
Jadi pertanyaan-pertanyaan itu seperti ini:
Apakah dia orang Kristen?
Sudahkah dia mempunyai hubungan pribadi dengan Yesus, bertobat, dan menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada Yesus?
Apakah gaya hidupnya sudah mencerminkan seorang Kristen?
Kalau kita
mengharapkan pernikahan kita berada dalam kehendak Tuhan, pasangan kita
harusnya seorang yang memiliki keyakinan yang sama seperti kita. Dan hidup
dalam hubungan rohani yang sama dengan Tuhan. Dia juga harusnya menunjukkan
tanda-tanda nyata pertumbuhan rohani. Hal ini harus kita pertimbangkan karena
Rasul Paulus bahkan mengingatkan kita supaya menikahi seorang yang sepadan (2 Korintus 6: 14).
Meskipun
hal ini sudah sangat jelas kita tahu, tapi tetap saja banyak orang yang dimabuk
cinta dengan seorang yang tidak seiman mulai melakukan pembenaran dan pembelaan. Ada banyak pembelaan yang dilontarkan dan inilah 7 diantaranya.
1. Dia bukan orang Kristen memang, tapi dia baik kog
Firman
Tuhan sangat jelas menyampaikan kalau orang-orang yang baik saja tetap tidak
bisa masuk ke surga tanpa Yesus. Seorang yang tidak percaya tidak bisa menjadi
satu roh dengan orang yang percaya karena mereka berdua bahkan tidak berada di jalan yang sama.
2. Dia lebih sopan dibandingkan sebagian besar orang Kristen yang aku kencani.
Kelakuan yang
sopan dan penuh hormat memang penting, tapi dalam jangka panjang hal ini tidak bisa mengisi kekosongan karena keduanya tidak punya kesatuan roh.
3. Dia tidak mau jadi Kristen karena dia nggak mau jadi orang yang munafik
Alasan ini
sama sekali nggak masuk diakal. Karena ini tentu saja hanya alasan untuk
menghindar dari persoalan iman yang bagi orang Kristen adalah hal yang sangat prinsipil.
4. Dia mau kog
anak-anak kami kelak pergi ke gereja bersamaku, karena itulah aku menyukainya.
Kebenarannya
adalah anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga yang orang tuanya beda agama,
seringnya akan mengalami kebingungan rohani. “Kenapa aku harus ke gereja? Ayah kog nggak pernah kog.” Dan inilah awal dari konflik dalam rumah tangga.
5. Kami punya banyak kesamaan di luar sana.
Pada
tingkat yang paling mendasar, tingkat rohani, orang yang percaya dan orang yang
tidak percaya tidak punya kesamaan sama sekali. Kesamaan yang semu tidak cukup untuk menjaga kelangsungan suatu hubungan yang tidak punya pusat rohani yang sama.
6. Aku rasa dia terbuka. Mungkin aku bisa bersaksi ke dia selama kami pacaran.
Perlu kita
tahu kalau dia tidak berubah untuk bisa mendapatkanmu, dia tidak akan berubah
untuk bisa tetap bersamamu. Sekali kamu menurunkan standar untuk
mendapatkannya, atas dasar apa nantinya kamu ingin berusaha untuk meningkatkannya lagi?
7. Aku bilang ke dia kalau dia harus jadi orang Kristen. Jadi dia memilih menerima Kristus.
Kalau dia
memang tulus hal ini mungkin bisa diterima. Tapi kalau dia Cuma memakai hal ini
sebagai trik saja untuk mendapatkanmu, kamu sedang dalam bencana besar! Memaksa
seseorang untuk menganut sebuah keyakinan karena (dipaksa oleh) cinta hanya akan membuat hidup kalian menderita.
Sedang
dalam kasus lainnya, beberapa orang yang sudah mencapai batas usia tertentu dan
belum menikah akan menghadapi ketakutan tersendiri. Karena itulah mereka justru
cenderung menurunkan standar yang seharusnya dan mulai menerima calon pasangan
yang bagaimana pun untuk dinikahi.
Banyak sekali
orang yang tentu merasakan hal ini. Tapi dengan jelas firman Tuhan mengatakan
bahwa kita harus menikah dengan sesama orang percaya.