Apakah PR Baik untuk Anak? Ini Kata Peneliti
Sumber: Koransindo.com

Parenting / 2 February 2017

Kalangan Sendiri

Apakah PR Baik untuk Anak? Ini Kata Peneliti

Lori Official Writer
9662

Perdebatan tentang seberapa banyak pekerjaan rumah (PR) yang diberikan guru ke anak masih belum menemukan solusi. Seperti halnya guru kelas dua SD di Texas lalu, yang mendapatkan pujian dari para orang tua di seluruh Amerika yang meratapi beban tugas yang diberikan guru kepada anak muridnya. Sang guru, Brandy Young mengatakan orang tua tidak perlu menandatangani PR anak-anak mereka sepanjang tahun ini, tapi hanya perlu mengambil waktu untuk bisa makan bersama dengan keluarga saja serta punya waktu bermain di luar dan tidur lebih awal.

Pertanyaannya seberapa banyak anak-anak akan mengerjakan PR mereka di luar sekolah masih terus menjadi kontroversi, terutama bagi orang tua yang bertanya soal kebijakan tanpa PR kepada anak-anak. Mereka khawatir anak-anak mereka akan kehilangan keuntungan potensial akademik.

Perdebatan soal PR anak sekolah ini juga ternyata muncul di Indonesia. Di tahun 2016 silam, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan pernah mengatakan supaya siswa jangan dibebankan PR yang banyak. Dia pun menyarankan supaya anak-anak didik lebih baik mengerjakan semua tugas di sekolah tanpa harus dibebani banyak PR.

Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, mari menyimak apa yang dikatakan oleh para peneliti soal hal ini:

Penelitian yang paling komprehensif tentang PR sampai saat ini didapatkan dari 2006 hasil analisis oleh Profesor Harris Cooper dari Universitas Duke. Dia menemukan korelasi positif antara PR dan prestasi siswa, yang berarti siswa yang melakukan PR dinilai lebih baik di sekolah. Korelasi ini ditemukan berhasil kepada siswa yang lebih tua daripada mereka yang lebih muda.

Analisis Cooper difokuskan kepada bagaimana dampak PR terhadap prestasi akademik. Laporannya mencatat kalau PR diduga bisa meningkatkan kebiasaan belajar, sikap menghadapi sekolah, disiplin pribadi, rasa ingin tahu dan keterampilan dalam memecah masalah pribadi. Di sisi lain beberapa penelitian menunjukkan bahwa PR siswa bisa menyebabkan kelelahan fisik dan emosional, menimbulkan sikap negatif tentang belajar dan menguras waktu senggang anak.

Meskipun korelasi antara PR dan kinerja siswa terbilang lemah, Cooper berpendapat kalau sejumlah kecil PR tetap menyumbangkan manfaat bagi anak. Siswa kelas dua tidak harus mengerjakan PR selama 2 jam setiap malam, tapi mereka juga tidak boleh tidak melakukan PR.

Perdebatan

Tentu saja hasil penelitian Cooper tidak begitu saja diterima oleh banyak orang. Cathy Vatterott, seorang profesor pendidikan di Universitas Missouri-St Louis, mendukung kalau standar aturan sekolah-sekolah yang menetapkan pengerjaan PR ‘10 menit’ per tingkat kelas sudah maksimal, tapi dia berpikir tidak ada bukti yang cukup kalau PR membantu siswa SD. “Korelasi ini tidak berkaitan. Apakah PR menyebabkan prestasi, atau berprestasi tinggi melakukan lebih banyak PR?” ucap Vatterott.

Vatterott mengatakan bahwa dirinya lebih mendukung kebijakan untuk lebih meningkatkan kualitas PR yang dibebankan kepada siswa dan menghilangkan PR kepada siswa.

Cooper mengakui bahwa beberapa siswa yang benar-benar membawa pulang terlalu banyak PR membuat orang tua khawatir. Tapi cara terbaik untuk menyikapi seberapa banyak PR yang ideal yang harus diberikan kepada siswa sama seperti meminum obat atau suplemen diet. “Jika Anda memakan terlalu sedikit obat itu tak akan memberi efek. Jika Anda memakan obat dalam jumlah yang tepat, Anda akan merasa lebih baik,” ucap Cooper.

Jadi menurut Cooper, banyak tidaknya PR yang dibebankan kepada siswa harusnya diukur dari kapasitas dan kemampuan siswa itu sendiri. Karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa ‘banyaknya PR yang dibebankan kepada siswa mampu meningkatkan prestasi anak’ tak sepenuhnya benar. 

Sumber : Time.com/jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami