Slamet Widodo terpaksa bekerja sebagai waitress atau
pelayan malam karena tak lagi punya pilihan pekerjaan lain. Sebagai laki-laki, pekerjaan
ini dianggap menyenangkan karena dia bisa berkenalan dengan banyak
wanita-wanita cantik. Godaan inilah yang akhirnya membuat Slamet terlena dan ikut-ikutan memakai narkoba.
Sebagai seorang suami dan ayah, pekerjaan Slamet membuatnya
semakin menjauh dari keluarga. Dia lebih memilih menghabiskan waktu bersama teman-temannya sesudah pulang kerja dan baru akan kembali ke rumah di siang hari.
“Kalau waktunya pulang, saya nggak pulang. Saya main sama
temen, sampe saya ke penginapan.
Sampe ke kos-kosan mereka, suka make narkoba dan sebagainya. Yang penting saya
bisa happy,” ucap Slamet mengakui masa lalunya itu.
Berbeda dengan kehidupan sang istri dan anaknya. Di
tengah keterbatasan ekonomi, sang istri pun harus berjuang membagi-bagi uang
penghasilan sang suami untuk kebutuhan keluarga. Kondisi pekerjaan suami yang bekerja
hanya sebagai pelayan pun membuatnya harus terus menahan kesabaran dan memilih diam bahkan saat tak lagi punya uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
“(Saya) banyak memendam perasaan semua karena keadaan.
Pekerjaan suami saya harus seperti itu dan tidak ada pekerjaan yang lain. Jadi saya sebagai perempuan kan lemah. Kita mau berontak nggak berani,” terang Agustina, istri Slamet.
Sebagai istri, Agustina benar-benar peka dengan perubahan
karakter suaminya. Hal itu dirasakan sejak Slamet bekerja sebagai pelayan dan
juga pergaulannya dengan teman-teman malamnya. Hampir setiap hari, dia mendapatkan perlakuan kasar dari sang suami.
“Saat saya pakai narkoba, yang penting saya menikmati
hidup. Saya happy saat itu baik sama
rekan-rekan, sama teman-teman. Bahkan keluarga (jadi) nomor dua atau tiga di
belakanglah. Yang penting kita bisa happy
saat itu,” terang Slamet.
Cara hidup yang dijalani Slamet masih terus berlangsung sampai
beberapa waktu lamanya. Agustina sebagai istri yang merasa tak dianggap dan
ditelantarkan pun hanya bisa menahan perasaan sedih dan kecewa. Dia bahkan berdoa supaya suaminya berubah dan meninggalkan pekerjaannya itu.
Jalan pertobatan akhirnya Tuhan bukakan bagi Slamet. Sesuatu
yang begitu mengusik hidup Slamet terjadi tepat di suatu malam Tahun Baru, saat
mereka mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil kerja mereka selama itu. Dalam
kondisi mabuk, dia dan teman-temannya mengalami kecelakaan yang tak terelakkan. Motor yang dibawa salah satu temannya tabrakan dengan mobil yang berlainan arah.
Slamet benar-benar menyaksikan kecelakaan tersebut. Dan mulai
berpikir bahwa Tuhan benar-benar masih peduli atas hidupnya. “Saat itulah saya bilang
ke Tuhan, ‘Tuhan, mungkin ini titik akhir saya untuk meninggalkan segala sesuatunya. Aku harus kembali kepada Engkau sepenuhnya,’” ucap Slamet.
Setelah menyatakan komitmen itu, Slamet memutuskan untuk meninggalkan
pekerjaannya dan memilih untuk menjadi pemulung. Dia mengaku tak menyesal walau
hanya sekadar jadi pemulung saja. Karena dengan itu, dia bisa punya banyak
waktu bersama keluarga dan melakukan hal-hal yang benar dalam hidupnya.
“Karena kasih Yesus yang mengubah hidup saya. Saya bisa
fokus dengan keluarga. Saya lebih mengasihi keluarga saya. Saya ingin
membahagiakan mereka, seperti Tuhan telah membahagiakan hidup saya,” tandas Slamet.