Namaku
Titis Utami. Di sini aku akan berbagi tentang separuh perjalanan hidupku. Dimulai
sejak aku berkenalan dengan seorang pria yang ku jumpai di sebuah bar, tempat
dimana dia sering nongkrong. Kami saling jatuh cinta dan jalinan asmara ini
terus berjalan, meskipun pihak keluargaku tak setuju dengan hubungan kami. Tapi dengan keberanian dan bukti cintanya padaku, dia memintaku untuk menikah dengannya.
Nggak lama setelah
menikah, aku pun hamil. Aku nggak bisa menggambarkan betapa bahagianya suamiku
saat itu. Sembilan bulan lamanya kami menunggu kehadirannya. Suamiku begitu
bersemangat. Dia bahkan sudah menyiapkan nama yang indah untuk dia: Florentia. Nama itu lalu aku tambahkan jadi Maria Florentia.
Hari
bahagia itu akhirnya tiba. Aku melahirkan seorang anak perempuan yang cantik
dan menawan. Nggak hanya menghadirkan kebahagiaan bagiku dan suami, kehadiran Tia
juga berhasil mengubah hidup suamiku yang biasanya suka minum tiba-tiba sama
sekali nggak lagi pernah minum. Seluruh perhatian dan cinta kami terfokus hanya untuk buah hati kami.
Belum genap
satu bulan sejak kelahirannya, semua kebahagiaan yang kami rasakan tiba-tiba berubah menjadi kesedihan dan linangan air mata. Dia tiba-tiba kejang dan kami begitu panik.
Setelah diperiksa
oleh dokter di rumah sakit, Tia didiagnosa mengalami penyakit ephilepsi. Dia malah
sempat divonis tak bisa bertahan hidup lebih lama. Kenyataan pahit itu menghancurkan hati kami. Aku hanya bisa menangis dan memohon pertolongan Tuhan.
Hatiku semakin
hancur saat melihat buah hatiku yang malang harus menderita dengan rasa sakit
yang dialaminya. Aku terus berdoa dan meminta supaya Tuhan kasih kesembuhan buat dia. Mujizat pun terjadi, Tia berhasil melewati masa kritisnya.
Tapi kesedihan
kami masih belum selesai sampai di situ. Dia hidup dengan ketidaksempurnaan yang
dia punya. Anak kami tidak sama dengan anak-anak normal lainnya. Keterbatasan fisiknya semakin melukai hatiku.
Aku
menjerit bukan kepalang di hadapan Tuhan. Aku mengaku kecewa karena diberikan anak
yang tidak normal. Aku tahu Tuhan mendengarkan dan dengan cara-Nya yang ajaib Dia
membisikkan pesan yang begitu lembut ditelingaku. Katanya, “Kamu harus
bersyukur dan berterima kasih karna Aku sudah memberi kamu seorang anak
brilian. Karna dengan adanya Tia akan mengubah hidup kamu. Karena dengan adanya
Tia kamu akan mengerti arti hidup ini. Jika Aku memberi kamu anak seperti yang lainnya kamu tidak akan mengerti arti hidup ini’”.
Kondisi Tia
tak sedikit pun mengurangi cinta kami untuk dia, apalagi papanya. Tapi kenyataan
pahit kembali harus aku hadapi saat suamiku meninggal dunia tanggal 8 Agustus 2015. Aku ditinggal seorang diri membesarkan anak berkebutuhan seperti Tia.
Aku tahu kasih
sayang papanya kepada Tia akan selalu dia ingat. Dan aku bersyukur punya suami
yang luar biasa. Dengan segala beban berat yang aku pikul, aku mengaku tak akan
mampu melewatinya tanpa Tuhan. Doa adalah kekuatanku dan aku menyaksikan mujizat Tuhan terjadi lewat doa-doa itu.
Setelah mendapatkan
terapi yang panjang, Tuhan bergerak menolongku. Aku melihat ada perkembangan
yang baik atas Tia. Dia sudah mulai mandiri, mau ke gereja dan mau berdoa. Aku yakin penuh bahwa kesembuhan akan terjadi atas
putriku. Meskipun kondisi Tia selalu membuatku sedih, tapi aku bersyukur masih
diberi kesempatan untuk berdoa dan bisa menyembah Tuhan bersama Tia. Kesempatan
ini membuatku siap ketika aku akan dipanggil Tuhan, karena aku sudah mempersiapkan
anakku menjalani hidup yang benar.
Jauh di
lubuk hati ku yang paling dalam, aku tahu bahwa Tia adalah anak pilihan Tuhan. Dia
adalah anugerah istimewa Tuhan atas hidupku. Aku percaya suatu saat Tia akan
sembuh.