Menteri Yohana : Kasus KDRT Banyak Terjadi di Keluarga Kurang Mampu

Marriage / 9 November 2016

Kalangan Sendiri

Menteri Yohana : Kasus KDRT Banyak Terjadi di Keluarga Kurang Mampu

Lori Official Writer
5672

“Kekerasan dalam keluarga itu dari data kami banyak terjadi di keluarga kurang mampu. Karena mereka tidak punya biaya untuk anak-anak mereka, istri juga terlalu tergantung pada suami, sedangkan suami penghasilannya kecil, akhirnya banyak bentrok, jadi korbannya anak-anak. Anak-anak tidak sekolah, ada yang kemudian jadi pelaku (KDRT),” terang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise.

Pernyataaan tersebut dilontarkan Menteri Yohana setelah menganalisis data dari hasil riset yang dikumpulkan dari berbagai pihak, mulai dari kumpulan data dari pihak kepolisian, lembaga pemasyarakat (LP) dan latar belakang keluarga. Di antara beragam kasus rumah tangga yang terjadi, terdapat dua kasus utama yang terus berulang dan mengancam keselamatan kaum perempuan dan anak-anak yaitu kekerasan fisik dan seksual serta human trafficking (perdagangan manusia, red).

Untuk mengatasi persoalan ini, kementeriannya telah melakukan sejumlah upaya, seperti pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Rehabilitasi Sosial, PP Hukum Kebiri dan PP Pemasangan Chip di Tubuh Pelaku Kekerasan Seksual.

Penerapan UU ini diakui telah banyak menekan tingkat kekerasan kepada perempuan. Jika kasus kekerasan meningkat tajam pada tahun 2014-2015, diwarnai dengan mencuatnya kasus pembunuhan dua bocah bernama Angeline dan Yuyun. Saat itu pemerintah akhirnya menetapkan kasus kekerasan sebagai kondisi darurat. Namun setelah munculnya Perppu nomor. 1 2016 dari Perlindungan Anak, kasus kekerasan perlahan-lahan menyurut.

Kendati begitu, Menteri Yohana tetap meyakini KDRT dan kekerasan seksual dan fisik ini bagaikan fenomena gunung es, terus berulang dan terselubung. “Kekerasan pada perempuan dan anak di Indonesia masih tinggi, seperti gunung es. Ada yang melapor yang itu yang tercatat,” ucapnya.

Kasus KDRT dan kekerasan seksual pada anak tentu saja menjadi perhatian penting bagi keluarga-keluarga Indonesia. Membenarkan ucapan Menteri Yohana, bahwa tingkat ekonomi sebuah keluarga menjadi satu faktor penyebab KDRT dalam rumah tangga. Namun bukan tidak mungkin jika perilaku buruk yang banyak dilakukan suami kepada istri atau laki-laki kepada perempuan ini bisa dihentikan. Salah satunya adalah dengan memahami betul tentang apa itu pernikahan dan untuk apa sebuah keluarga dibangun.

Keluarga seharusnya menjadi tempat dimana relasi terbangun dengan baik. Terbangun kualitas hubungan suami istri yang baik, dimana istri tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan dan suami harus mencintai istri sama seperti Kristus mencintai umatnya ([kitab]Efesu5:22-23[/kitab]). Dalam Kristen, kekerasan bukanlah gaya hidup dan pilihan menyelesaikan masalah. Setiap bentuk dan ekspresi yang sekalipun bertujuan baik, bila dilakukan dengan jalan kekerasan dinilai melawan kehendak Tuhan.

Keluarga bukanlah tempat untuk saling memuaskan keinginan amarah, dendam, dan rasa benci yang melahirkan tindakan kekerasan. Namun keluarga harusnya menjadi tempat dimana ada rasa saling mencintai satu sama lain, baik dari suami kepada istri atau orangtua dan anak ([kitab]Efesu5:22-38[/kitab]).

Untuk itu lembaga keagamaan juga berperan penting dalam memberikan bimbingan mendalam terkait pernikahan kepada calon pasangan yang hendak menikah, seperti dalam Kristen dikenal dengan konseling pra-nikah. Sehingga dari bimbingan ini, calon pasangan telah diingatkan bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak diinjinkan terjadi dalam kehidupan pernikahan.


Bagi Anda yang saat ini sedang mengalami konflik rumah tangga; pertengkaran; pisah ranjang; pergumulan ekonomi dan sebagainya, Anda bisa berbagi cerita melalui konseling center kami dengan mengklik bagian kotak di bawah artikel ini. 

Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami