Agama Tanpa Cinta-Kasih
Sumber: Jawaban.com

Kata Alkitab / 4 November 2016

Kalangan Sendiri

Agama Tanpa Cinta-Kasih

daniel.tanamal Official Writer
4555

Satu bahaya besar yang mengancam umat beragama adalah melepaskan agama dari cinta-kasih. Tentu saja mulutnya menyeru tanpa henti-hentinya nama Tuhan Allah, tetapi hal itu belum menjadi jaminan bahwa yang diserunya itu adalah DIA YANG SUMBER CINTA-KASIH, BAHKAN CINTA-KASIH ITU SENDIRI.

Bukan tidak mungkin, Tuhan yang diserunya itu adalah proyeksi dari bayangan dan wataknya sendiri yang penuh dengan angkara murka dan kebencian.

Sigmund Freud pernah berbicara banyak mengenai proyeksi ini.

Agama yang dilepaskan dari cinta-kasih tidak lebih dari agama transaksional. Ibaratnya seperti dalam relasi jual-beli. "Apa yang anda berikan apabila saya melakukan bla, bla...", dstnya. Inilah prinsip do ut des. Maka kita akan takut sekali berdosa karena kuatir akan dinarakakan alias dimasukkan ke dalam neraka jahanam.
Atau kita sangat tertib menjalankan berbagai kewajiban agama karena ingin memperoleh surga. Di dalam melakukan itu, bukan tidak mungkin kita malah menyikut orang lain. Alhasil, kita lalu menjadi sangat tidak toleran melihat orang lain yang berbeda dari kita. Apa lagi kalau yang lain itu, dalam pandangan kita tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan seorang beragama.

Di sini kita menyentuh persoalan kebebasan beragama.

Dalam ceramahnya di depan peserta Johannes Leimena School of Public Leadership, 26 Oktober 2016, Paul Marshall mengatakan, dalam sejarahnya gereja Kristen sangat sedikit, untuk tidak mengatakan, tidak ada sama sekali berbicara mengenai kebebasan beragama. "Religious freedom is not emphasized by the churches", katanya. Malah gereja sangat giat mengeleminasi (juga secara fisik) mereka yang distigma sebagai bidaah. Pada waktu itu gereja malah mempunyai lembaga eksekusi hukuman sendiri yang disebut Inquisisi.

Untunglah, setelah mengalami proses sejarah yang maha panjang, dengan berbagai pengalaman menyakitkan, gereja sekarang bukan saja mengubah paradigma berpikirnya, tetapi malah menjadi pelopor dari kebebasan beragama.

Saya sendiri melihat hal ini sebagai wujud menampilkan agama yang penuh cinta-kasih. Allah tidak ditampilkan dalam wajah murka dan kejam yang selalu siap-sedia menghukum, tetapi justru dalam wajah ramah, Yang melihat manusia sebagai anak-anakNya. Dalam tradisi teologi Kristen, relasi Allah-manusia itu digambarkan sebagai relasi Bapa terhadap anak-anaknya.

Karena itu, apabila seorang beriman tidak melakukan perbuatan dosa, bukan karena ia takut dihukum, atau karena ingin memperoleh surga, melainkan karena ia tidak mau menyedihkan hati Bapa itu. Hal ini hanya bisa terjadi apabila Allah diyakini dan dihayati sebagai Bapa penuh cinta-kasih. Sebagai demikian, cinta-kasih Bapa terefleksi juga dalam hubungan orang beriman dengan sesamanya manusia. Kalau ia telah menghayati bahwa Allah adalah Allah Cinta-Kasih, maka tidaklah mungkin ia membenci sesamanya.

Dalam kaitan ini saya teringat yang dikatakan Shabbir Akhtar, filsof Muslim: "If there is a God...it can be expected a priori that He wants a voluntary response born of genuine gratitude and humility themselves rooted in reflection and morally responsible choice. Seen in this light, heresy and even apostasy are morally more acceptable than any hypocritical attachment to orthodox out the fear of public sanctions" ("Jikalau ada seorang Tuhan...dapatlah diharapkan secara a priori bahwa Ia menghendaki respons yang bersifat sukarela yang timbul dari rasa syukur tulen dan kerendahan hati itu sendiri berakar dalam refleksi dan pilihan yang secara moral dipertanggungjawabkan. Ditinjau di bawah terang ini, maka penghujatan dan bahkan kemurtadan lebih dapat diterima secara moral, ketimbang setiap keterikatan kepada pemikiran ortodoksi, hanya karena takut kepada sanksi-sanksi publik").

Selamat beragama dengan penuh cinta-kasih.


Penulis adalah:

Pendeta Andreas Anangguru Yewangoe, Tokoh dan Pemikir Kristen - Mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia.


Sumber : Disunting seperlunya tanpa mengurangi atau menambah maksud penulisan, editing oleh Daniel Tanamal - Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami