Banyak anak
muda yang berusaha mencari kebebasan dari kekangan orangtua. Demi mencari kebebasan itu, mereka rela
mencoba segala kesenangan dunia, termasuk kenikmatan akan cinta. Karena
dibutakan cinta pulalah, masa depan Evelyn Senewe hancur. Di usianya yang masih
sangat muda, dia harus menanggung beban dosa pergaulan bebas yang dia jalani dengan sang kekasih.
Dalam kesaksiannya,
wanita yang disapa Evi ini menuturkan bagaimana dirinya pernah melakukan aborsi
setelah mengandung anak di luar nikah yang saat itu sudah menganjak usia kandungan tiga bulan.
Peristiwa itu
terjadi ketika Evi memutuskan tetap tinggal bersama sang kakak di kota Semarang.
Sementara ayah dan ibunya harus pindah ke kota lain karena tuntutan pekerjaan sang
ayah yang berprofesi sebagai militer. Jauh dari orangtua membuat Evi mendapatkan kebebasan dari kekangan sang ayah sepenuhnya.
“Sejak dari
situlah, ketika orangtua saya mengijinkan saya dan kakak saya untuk bisa
tinggal, stay di Kota Semarang di situ saya merasa bebas. Saya
merasa senang. Saya merasa bahagia. Karena saya merasa saya bisa melakukan apa
saja tanpa dimarahin, tanpa dipukul atau tanpa diperintah-perintah,” kata Evi mengenang perlakuan sang ayah terhadapnya setiap hari.
“Saya juga
akhirnya mengenal yang namanya narkoba, jenis sabu-sabu, pokoknya banyak hal lain yang memang saya merasakan ‘oh kebebasan itu seperti ini’,” lanjutnya.
Meskipun sudah
mendapatkan kebebasan yang dia inginkan, mulai dari hidup hura hura, minum-minuman
keras dan menikmati narkoba. Namun Evi tetap merasa kosong. Tidak ada sukacita di
dalam dirinya. Hal itu dialaminya hingga pada akhirnya bertemu dengan sosok pria yang membuatnya nyaman.
Hubungan keduanya
semakin lama semakin akrab. Bersama sang pria, Evi merasa dicintai dan diperhatikan.
Hal itu membuatnya yakin bahwa pria itu akan menjadi cinta terakhirnya. “Karena
saya merasakan kami saling mencintai satu sama lain, akhirnya membuat kami jatuh kedalam hubungan seksual.”
Akibat perbuatannya,
Evi harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata hamil. Namun sayangnya, sang
kekasih malah tak mengakui anak yang dikandung Evi. Saat itulah Evi semakin cemas
dan kebingungan. “Waktu berjalan terus, saya minta pertanggungjawaban dia. Sebulan,
dua bulan dia tidak kasih respon apa-apa sama saya. Cuman bilang tunda, tunda,
tunda…Dan saat itu juga langsung dari perasaan cinta saya berbalik menjadi perasaan yang marah dan sangat benci sama dia,” tutur Evi.
Kehamilan yang
tidak diinginkan ini membuatnya semakin cemas dan ketakutan. Satu-satunya jalan
keluar yang dia pikirkan saat itu adalah melakukan aborsi; menggugurkan anak yang
ada dalam kandungannya. Berbagai dokter kandungan dan orang pintar didatanginya,
namun hanya ada satu dokter yang berkenan melakukan praktik aborsi tersebut. Hingga
kedua belah pihak menyatakan kesepakatan, Evi tetap kokoh dengan rencananya melakukan aborsi, meski risikonya adalah nyawa.
Sebelum menjalanan
aborsi, sang dokter menyarankan dia untuk setidaknya memberitahukan orangtuanya
tentang kehamilan tersebut. Kala itu Evi memilih berterus terang dengan sang
ibu. Saat itulah Evi menyaksikan hati seorang ibu yang hancur karena dosa yang dia lakukan.
“Setelah
saya operasi dan saya siuman dari obat bius, saya cuman bilang ‘Tuhan ternyata
saya hidup’. Saya merasa semakin seperti orang gila. Tuduhan-tuduhan itu
semakin sering menyerang saya. Ya kamu pembunuh, kamu ini, kamu ini dan sebagainya…Saya merasa hidup saya ini sudah melakukan dosa yang sangat bejat,” ucapnya.
Selama beberapa
tahun setelah aborsi, Evi mengalami depresi yang begitu berat. Berbagai perawatan
dijalaninya dan hasilnya tetap sama. Perasaan bersalah terus menerus menghinggapi hidupnya.
Pemulihan sempurna
dari Tuhan akhirnya dia alami ketika menghadiri sebuah KKR. Di sana dia benar-benar
mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Dia menyaksikan cahaya terang Tuhan menghingga
dirinya dan sebuah suara terdengar jelas. “Saya melihat suatu cahaya yang
sangat terang. Sampai saya nggak bisa membuka mata saya. Saya cuman bilang
dihati saya ‘Oh itu Tuhan’. Itu Yesus. Dia cuman bilang: “Anakku aku
mengasihimu apa adanya. Datanglah kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban
berat maka aku akan memberikan kelegaan bagiMu.””
Saat itulah
Evi menyadari bahwa kasih Tuhan yang sempurna sanggup luar biasa. Tuhan tetap mengasihi
orang-orang berdosa, termasuk Evi. Pertemuan itu memulihkan hidupnya selamanya.
Bahkan dia tetap diberi Tuhan kesempatan untuk meminta ampun kepada sang ayah yang
sudah pernah dia kecewakan. Hingga ajal menjemput sang ayah, Evi bersyukur kepada
Tuhan karena telah diberikan kesempatan untuk mengakui kesalahannya.