Sejak kasus vaksin
palsu merebak Juni 2016 lalu, pihak kepolisian mencatat sedikitnya 197 bayi teridentifikasi
menjadi korban suntikan pratik vaksin palsu tersebut. Praktik kesehatan ilegal itu
yang merugikan ratusan kesehatan bayi ini akhirnya diresponi oleh pihak Kementerian
Kesehatan dengan mencanangkan program vaksinasi ulang di beberapa fasilitas kesehatan di Jakarta dan Bekasi.
Program Vaksinasi Ulang
Terdapat tiga vaksin
resmi yang disediakan pemerintah untuk vaksinasi ulang ini diantaranya vaksin polio,
TD (Tetanus Difteria) dan Pentabio. Ketiga vaksin ini dipastikan aman digunakan
mulai dari bahan baku, proses produksi, fasilitas penyimpanan, hingga distribusi
yang diawasi secara ketat. Dengan itu, Kementerian Kesehatan menghimbau
masyarakat untuk tidak perlu lagi khawatir dengan proses pemberian vaksin yang diselenggarakan pemerintah ini.
Untuk tidak lagi
mengalami kecolongan vaksin palsu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Banten
pun menggelar sosialisasi kepada orang tua pasien yang ada di Rumah Sakit Mutiara Bunda Mencong Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang.
Mereka mengaku mendukung
pemerintah untuk melakukan program vaksinasi ulang namun harus dilakukan atas persetujuan
orangtua pasien. IDAI juga menganjurkan agar pemberian vaksin dikembalikan kepada
rumah sakit ataupun Faskes (Fasilitas Kesehatan) yang disediakan pemerintah. Misalnya,
bagi anak berusia kurang dari satu tahun akan menjalani vaksin sebanyak tiga kali
dengan interval satu bulan atau empat minggu. Anak usia satu sampai kurang dari
tujuh tahun akan mendapatkan vaksin sesuai dengan hari yang ditentukan, lalu
diikuti dengan pemberian dosis kedua dan ketiga pada dua bulan dan enam bulan setelahnya.
Sementara bagi
anak berusia 7 sampai 18 tahun akan diimunisasi khusus jenis Tetanus Difteria (TD).
Di hari yang ditentukan, akan diberikan dosis kedua pada dua bulan setelahnya lalu dosis ketiga untuk enam bulan setelahnya.
Risiko Pemberian Vaksin Palsu
Seperti dijelaskan
oleh Ahli vaksin, dr Dirga Sakti Rambe MSc-VPCD, pemberian vaksin palsu pada bayi dapat menimbulkan dua dampak negatif:
Pertama, dampak keamanan
vaksin palsu. Dalam hal ini dampak keamanan terkait pada jenis larutan yang
dicampurkan pembuat vaksin palsu. Saat ini kandungan vaksin palsu masih
diteliti lebih lanjut oleh Pusat Laboratorium Forensik Kepolisian Indonesia dan Badan POM (BPOM).
Kedua, dampak proteksi
atau kekebalan tubuh bayi. Dalam hal ini, jika seorang anak mendapatkan vaksin palsu
tentu tujuan vaksinasi tidak tercapai, kekebalan tidak akan pernah ada.bisa
diartikan bahwa vaksinasi ternyata sia-sia dan tidak melindungi anak dari kerentanan
penyakit.
Terkait kasus vaksin
palsu ini, pemerintah dan pihak rumah sakit diharapkan bisa semakin waspada dan
teliti. Sebab persoalan praktik medis melibatkan keselamatan banyak nyawa.