Kisah Pembaca : Summa Cum Laude Untuk Allah
Sumber: Herlina

Kata Alkitab / 22 October 2015

Kalangan Sendiri

Kisah Pembaca : Summa Cum Laude Untuk Allah

Puji Astuti Official Writer
5562

Nama saya Herlina Kartaatmadja. Saya adalah seorang dosen, pengarang dan ilustrator buku anak. Saya baru saja lulus dari Magister Desain Trisakti dengan predikat SUMMA CUM LAUDE (pujian tertinggi) dengan IPK 4,00. Tetapi di balik prestasi itu ada sebuah kisah yang ingin saya bagikan.

Saya memulai kuliah S2 saya pada tahun 2013. Pada saat itu ada 2 hal yang sangat tidak memungkinkan bagi saya untuk mengikuti studi, yaitu karena alasan kesehatan dan keuangan.

Saya sempat mengidap penyakit aneh, bisa dikatakan begitu, karena tidak tahu penyakit apa itu dan penyebabnya. Yang saya tahu, jantung saya berdebar-debar atau kadang melambat sampai rasanya akan berhenti, kejang-kejang (tanpa busa) yang diakhiri dengan pingsan. Tetapi ketika pingsan  sebenarnya saya masih dapat mendengar apa yang orang-orang katakan, saya juga masih dapat berpikir, “aduh, kenapa aku seperti ini?”. Namun tubuh saya tak mampu bergerak dan mulut tak dapat merespon. Tak berapa lama, baru saya dapat sadar sendiri kembali.

Saya sudah pingsan hampir di berbagai tempat: di gereja, di tempat senam, yang paling parah ketika di dalam bus (karena terlalu sesak). Berbagai dokter sudah didatangi, seperti ahli jantung, ahli syaraf, dsb. Namun hasilnya nihil. Pemeriksaan jantung menunjukkan jantung saya sehat sekali. Sempat beberapa dokter menyatakan MUNGKIN saya mengidap epilepsi (merujuk pada kejang) dan spasmofilia tetapi mereka tak yakin. Akhirnya saya ke dokter tanpa solusi sama sekali.

Sementara itu saya tak mempunyai biaya untuk kuliah S2 yang per semester nya mencapai 10 juta Rupiah. Saya sudah mencoba mencari beasiswa kesana kemari namun tak mendapatkannya. Saya sempat meminta juga pada kampus tempat saya mengajar, tetapi mereka mengatakan harus bersedia mengeluarkan biaya sendiri untuk kuliah & pihak kampus tak dapat membantu. Orang tua saya pun bukan dari kalangan berada sehingga tak mungkin membantu biaya kuliah saya. Di sisi lain, atasan saya sudah mendesak saya untuk mengambil S2 terkait dengan peraturan pemerintah yang mengharuskan dosen S1 memiliki pendidikan minimal S2 pada tahun 2014. Jadi, jika saya ingin tetap mengajar sebaiknya saya mengambil S2.

Saya mendapati diri saya menangis di sisi tempat tidur, saya menyesali nasib saya. Saya gembira ketika mengajar, namun untuk melakukan apa yang sungguh-sungguh tulus saya lakukan itu sangat sulit, karena adanya tuntutan tersebut, belum lagi kondisi kesehatan saya yang buruk, belum lagi saya tak punya uang segitu banyak untuk kuliah. Saya selalu membawa masalah ini dalam doa, saya berkata pada Tuhan, agar Ia memberikan jalan supaya saya dapat beasiswa, namun tak ada hasilnya.

Akhirnya karena kecintaan saya akan mengajar, saya memberanikan diri untuk mendaftar S2. Tentu saja hal itu mengkhawatirkan keluarga saya, apalagi kuliah yang saya ambil itu dimulai pada sore hari sampai malam hari, setelah seharian saya mengajar di kampus sebelah, sementara saya belum sehat betul. Namun saya ingat ada beberapa pribadi yang kerap mendoakan dan mendorong saya untuk menempuh pendidikan di S2. Ada juga mahasiswa saya yang kebetulan waktu itu mengenalkan susu kesehatan pada saya, sehingga kesehatan saya mulai membaik.

Anehnya ketika S2 itu, saya tak pernah pingsan. Hampir pingsan di kelas pernah beberapa kali. Tapi tak pernah black-out. Dan soal uangnya bagaimana?

Ya, saya belajar berserah kepada Allah. Ketimbang meminta beasiswa yang tak kunjung datang, saya belajar mempercayai-Nya dan percaya pada diri sendiri dan mantap menjalani S2. Bukankah Ia adalah Bapa saya dan saya anak-Nya? Saya berdoa sambil bercanda, “Tuhan, bukankah Engkau Bapa-ku? Aku mau sekolah, Tuhan (bentar lagi udah mau bayar semester-an). Tolong bayari uang sekolahku (uang kuliah maksudnya)”. Bukankah biasanya orang tua membayari biaya sekolah anak-anaknya? Saya berkelakar berdasarkan fakta itu, mempercayai bahwa Dia akan membiayai kuliah saya.

Pertolongan-Nya sungguh ada, walau sangat tak terlihat, jika tidak peka, saya mungkin akan melewatkan kebaikan hati-Nya dan tidak pernah sadar sampai saat ini bahwa Ia turut “bekerja”dalam hal ini. Selama waktu-waktu tersebut, saya bekerja keras dan menerima order-an ilustrasi dan desain. Pagi-sore saya mengajar jadi dosen, sore-malam saya kuliah S2, malamnya lagi mengurus rumah tangga, bikin tugas, mempersiapkan materi mengajar dan mencari uang. Ketika dihitung pada waktu akan bayar semesteran, uang yang saya kumpulkan selama 6 bulan terakhir jumlahnya tepat 10 juta, bahkan dilebihkan 1 juta untuk biaya hidup bulan berikutnya.  Sekarang saya sudah lulus tanpa bantuan biaya dari siapapun. Biaya kuliah dan penelitian sungguh berasal dari uang kerja keras saya.

Ketika itu saya menangis karena terharu. Saya tahu Tuhan telah memberikan pekerjaan-pekerjaan itu agar saya bisa melunasi uang kuliah saya. Pertolongan mungkin tak datang dalam bentuk yang kita harapkan, seperti saya mengharapkan beasiswa, tetapi saya percaya akan selalu ada pertolongan dalam bentuk yang lain, yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.

Walaupun terdengarnya biasa: ya, bekerja pasti dapat uang. Tetapi saya memiliki persepsi yang berbeda bahwa Allah turut bekerja di dalamnya. Dan saya ingin memberikan kemuliaan itu bagi-Nya, yang memampukan saya yang lemah (karena sakit-sakitan) dan tak punya (uang) menjadi lulusan terbaik dengan IPK 4,00. Ketika menilik kembali ke 2 tahun lalu, saat itu saya sama sekali tak punya gambaran seperti apa dan bagaimana saya akan melewati semuanya ini.

Mungkin Anda semua terkagum-kagum dengan prestasi saya, tetapi ini hanyalah salah satu hasil dan bukan proses yang telah dan akan saya lalui lagi bersama-Nya. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.

Soal sakit saya bagaimana? Saya sudah sembuh total (tanpa tahu itu sakit apa), sangat aktif dan SEMANGAT. Kapan waktu mungkin akan saya bagikan kisah kesembuhan saya yang juga ajaib, tidak instan namun slow but sure.

Tulisan ini juga sebagai bentuk apresiasi saya untuk teman-teman lainnya yang sedang berjuang di untuk memperoleh jenjang pendidikan yang lebih baik. Tetaplah lakukan yang terbaik walau apapun yang terjadi. IPK hanya nilai di kertas, nilai yang sesungguhnya adalah prosesnya ketika kita berjuang.

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil  sesuai dengan rencana  Allah. ~ Roma 8: 28

Penulis :Herlina Kartaatmadja

Tulisan ini adalah kontribusi dari visitor Jawaban.com, Anda juga dapat berbagi dan menjadi berkat dengan mengirimkan kisah inspiratif, kesaksian, renungan, pendapat Anda tentang isu sosial atau berita yang terjadi di lingkungan dan gereja Anda dengan mengirimkannya ke alamat email : [email protected].


Sumber : Herlina Kartaatmadja
Halaman :
1

Ikuti Kami