Presiden Amerika Serikat (AS) Barrack
Obama berang setelah insiden penembakan brutal kembali terjadi di Universitas Umpqua
di Oregon pada Kamis (1/10). Obama mengungkapkan bahwa aksi bersenjata itu tampak
sudah menjadi rutinitas sehingga negara tersebut menjadi mati rasa dan tetap melakukan pembiaran.
“Kejadian ini sepertinya menjadi hal
yang rutin. Kita menjadi mati rasa dengan kondisi ini. Kita sebenarnya bisa
melakukan sesuatu, namun kita harus mengubah undang-undang. Namun ini bukan sesuatu
yang saya bisa lakukan sendiri. Saya harus bersama Kongres, parlemen negara
bagian, dan semua gubernur yang ingin bekerja sama,” kata Obama dalam pidatonya di Gedung Putih beberapa jam setelah penembakan di Oregon, seperti dilansir Tribunnews com, Jumat (2/10).
Ia menunjukkan kemarahan atas pilihan
politik senjata yang dilakukan Kongres AS. Ia menilai mudah sekali bagi seseorang
yang ingin melukai sesama mendapatkan senjata. “Doa tidak cukup. Ini adalah pilihan
politik yang harus kita buat, untuk memungkinkan hal seperti ini terjadi setiap beberapa bulan di Amerika,” ujarnya.
Obama mengaku faktor gangguan mental
mungkin menjadi salah satu faktor maraknya kejahatan seperti itu. Negara lain juga
tentu memiliki warga dengan gangguan mental yang ingin melukai orang lain.
Namun Amerika adalah satu-satunya negara maju yang mengalami penembakan massal cukup rutin setiap bulannya.
Ia menegaskan kasus penyalahgunaan
senjata api itu telah menelan banyak korban, tak kalah dari aksi terorisme. Sehingga
Obama mengatakan tragedi ini adalah tanggung jawab bersama setiap orang yang mendukung liberalisasi senjata.
Seperti diberitakan, insiden penembakan
menewaskan sedikitnya 10 orang dan puluhan luka serius. Pelaku diduga bernama Chris
Harper Mercer (26). Dia menembak dosen dan mahasiswa secara acak, namun kemudian
tewas setelah baku tembak dengan polisi.