Apakah Tuhan Peduli Seberapa Banyak Pemberian Kita?
Sumber: www.johnmbecker.com

Kata Alkitab / 22 July 2015

Kalangan Sendiri

Apakah Tuhan Peduli Seberapa Banyak Pemberian Kita?

Puji Astuti Official Writer
6351

Contoh utama dari pengorbanan dan penyerahan, tentu saja, Yesus Kristus. Dia memiliki segalanya dan masih memilih untuk mempersembahkan hidupnya karena kasih-Nya kepada Bapa. Sikap kita harus sama dengan-Nya.

...yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! ~ Filipi 2: 6-11

Yohanes jelas mengatakan bahwa "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2: 6).  Apakah Anda siap dan bersedia untuk mengosongkan diri sendiri? Untuk bersikap seperti seorang hamba? Untuk menjadi taat sampai mati? Jika jawaban jujur ??Anda untuk pertanyaan-pertanyaan itu adalah ya, bagaimana niat itu bisa diwujudkan dalam hidup Anda?

Dalam Matius 25 kita mendapatkan gambaran yang menakutkan tentang hari penghakiman yang akan datang. Dalam bagian ini, Kristus memberikan hukuman kekal kepada mereka yang tidak peduli kepada-Nya selama hidup mereka di bumi. "Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku."(ay. 42-43).

Namun mereka protes dengan hukuman itu, mereka mengatakan tidak pernah melihat Kristus dalam kondisi tersebut, dan Yesus menjawab, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." (ay . 45).

Peringatan ini tentu sangat menampar kita bukan? Kita sudah sering mendengar tentang Firman Tuhan ini, kita mempercayainya, namun belum juga melakukan sepenuhnya. Kita melihatnya dari sisi kemiskinan daripada gambaran menyeluruh tentang hari penghakiman.

Bagaimana hidup kita berubah jika kita benar-benar menaruh sudut pandang Kristus setiap kali kita bertemu dengan seseorang -orang mengemudi sangat lambat di depan mobil Anda, kasir di toko yang tampaknya lebih tertarik untuk mengobrol daripada menghitung belanjaan, atau a anggota yang keluarga yang jika bicara selalu membuat Anda emosi?

Jika kita percaya bahwa, seperti yang dikatakan Yesus, dua perintah terbesar adalah untuk "mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hati, jiwa, dan pikiran" dan "kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", maka ayat di atas mengajarkan banyak hal pada kita. Pada dasarnya, Kristus menghubungkan perintah untuk "mengasihi Allah" dengan perintah untuk "Kasihilah sesamamu." Dengan mencintai "yang paling hina ini," kita mencintai Allah sendiri.

Dalam pasal yang sama dari Injil Matius, Yesus memberkati beberapa orang untuk apa yang telah mereka lakukan. Orang-orang itu bingung, dan bertanya, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau?"(Ay. 37-39).

Jawabannya sungguh mengejutkan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (ay 40.). Yesus mengatakan bahwa kita menunjukkan kasih secara nyata kepada Allah dalam bagaimana kita merawat orang miskin dan mereka yang menderita. Dia mengharapkan kita untuk memperlakukan orang miskin dan putus asa seolah-olah mereka Kristus sendiri.

Tanyakan pada diri Anda ini: Jika Anda benar-benar melihat Yesus kelaparan, apa yang akan Anda lakukan untuk-Nya?

Ini adalah bagaimana kita tahu apa itu cinta: Yesus Kristus menyerahkan nyawa-Nya untuk kita. Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.

Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu. ~ 1 Yohanes 3: 16-20

Dalam bagian ini, kita melihat bahwa Yohanes memberi pertanyaan apakah mungkin seseorang benar-benar memiliki kasih Tuhan  jika dia tidak memiliki belas kasihan pada orang miskin. Yohanes menggunakan cinta yang diteladankan Kristus yang dimanifestasikan melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

Tuhan tidak hanya memberikan sedikit pada kita; Dia memberikan yang terbaik yang ada pada-Nya. Dia menyerahkan diri-Nya. Yohanes mengatakan bahwa kita juga harus melakukan hal yang sama: Cinta sejati membutuhkan pengorbanan. Dan cinta kita ditunjukkan dengan bagaimana kita menjalani hidup kita: "Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran."

Salah satu cara yang paling jelas menunjukkan kasih  "dengan tindakan dan kebenaran" adalah melalui memberi kepada orang lain. Memberi, tidak berarti hanya uang, walaupun itu tentu salah satu unsurnya.

Elemen penting lainnya adalah dengan memberi waktu kita. Sebagian besar dari kita begitu sibuk sehingga pemikiran menambahkan satu hal lagi yang harus dilakukan pada jadwal mingguan kita akan menambah stres. Alih-alih menambahkan kegiatan dalam jadwal kita mungkin Tuhan ingin kita untuk memberikan seluruh waktu kita untuk-Nya dan mengijinkan Dia mengatur hal apa yang harus kita lakukan.  Salah satu ayat hafalan di Alkitab mengatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Di sana kita melihat hubungan antara mencintai dan memberi sangat jelas.

Memberi yang tidak dimotivasi oleh kasih tidak bernilai apa-apa. Paulus menyatakan dari jenis pemberian ini kita "tidak mendapatkan apa-apa"; Namun, ketika kita memberi karena cinta, kita memperoleh banyak. Memberi tidak hanya memberi hasil yang berdampak kekal, tetapi juga memberi kita sukacita dalam hidup kita di sini dan saat ini. Ketika kita menngasihi lebih tulus dan mendalam, pemberian akan menjadi respon yang jelas dan alami. Mengambil dan menyimpan untuk diri kita sendiri menjadi tidak menarik dan tidak bijaksana.

Ingat cerita di mana Yesus memberi makan ribuan orang dari pemberian makan siang milik satu anak laki-laki? Dalam cerita itu, menurut Matius, Yesus memberikan roti kepada murid-murid-Nya dan kemudian para murid membagikannya pada orang banyak. Bayangkan jika para murid hanya menerima makanan itu dan berterima kasih  pada Yesus karena sudah memberi mereka makanan. Hal itu adalah tindakan bodoh, ketika ada cukup makanan untuk memberi makan ribuan orang yang berkumpul dan lapar saat itu.

Tapi itu adalah apa yang kita lakukan ketika kita gagal untuk memberi dengan bebas dan sukacita. Kita menerima  terlalu banyak hal yang baik, lebih dari yang kita perlukan, sementara yang lain putus asa untuk mendapatkan sepotong kecil berkat. Hal-hal yang baik yang kita pegang erat terkadang bukan hanya uang; kita menimbun sumber daya kita, karunia kita, waktu kita, keluarga kita, teman-teman kita. Saat kita mulai berlatih memberi, kita akan melihat bagaimana menggelikan ketika kita menahan kelimpahan yang Tuhan telah berikan kepada kita dan hanya mengulang kata-kata terima kasih.

Rasul Paulus membahas masalah ini dengan memberikan pencerahan kepada gereja mula-mula: Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. Seperti ada tertulis: "Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan."~ 2 Korintus 8: 13-15

Paulus meminta jemaat Korintus untuk memberi kepada orang-orang kudus yang miskin di Yerusalem, tujuannya adalah bahwa tidak ada yang akan memiliki terlalu banyak atau terlalu sedikit. Ide ini tidak masuk akal dalam budaya modern, di mana kita diajarkan untukmengurus diri kita sendiri dan dengan demikian kita dihargai.

Kesenjangan yang sangat ekstrim di dunia kita sehingga kita memandang ringan ayat seperti ini : Lukas 12:33: "Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah!" Bagaimana kita bisa keluar dari gubuk dan hidup di rumah indah tanpa melakukan apa-apa? Konsep perampingan sehingga orang lain mungkin meng-upgrade hidupnya adalah Alkitab, indah ... dan hampir tidak pernah terdengar saat ini. Kita hanya menutup kesenjangan itu atau tidak serius menanggapi ayat di Alkitab secara harfiah.

Berani membayangkan jika Anda menanggapi perkataan Yesus secara serius. Berani membayangkan anak-anak Anda sendiri hidup dalam kemiskinan, tanpa cukup makan. Beranikah Anda untuk percaya bahwa mereka benar-benar adalah saudara dan saudari Anda yang membutuhkan bantuan Anda

Yesus berkata, "Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." (Matius 12:50). Apakah Anda percaya itu? Apakah Anda hidup seperti apa yang menjadi kepercayaan Anda?

Setelah mendengar kebenaran ini diberitakan, seorang pria di gereja saya menyumbangkan rumahnya ke gereja dan pindah ke rumah orang tuanya. Dia mengatakan kepada saya bahwa ia akan memiliki rumah yang lebih baik di surga, dantidak benar-benar peduli di mana dia tinggal selama hidup ini. Dia hidup seperti yang ia percayai.

Bayangkan sedikit seperti apa jika Anda melakukannya. Mungkin Anda mulai sebuah gerakan yang disebut Aspiring ke Median, di mana orang-orang berkomitmen untuk hidup pada atau di bawah pendapatan rata-rata di Amerika ($ 46.000 pada tahun 2006) dan memberikan sisanya . Apakah menakutkan berpikir tentang memberi dengan radikal dan kemerdekaan?

Saya ingin berbagi cerita dengan Anda. Siapa pun yang pernah memegang firman-Nya ketika Ia mengatakan, "ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10) mungkin memiliki kisah serupa.

Seorang teman yang setia memberikan 20 persen dari penghasilannya kepada Allah, dan tiba-tiba penghasilannya menurun drastis. Dia tahu harus memutuskan apakah ia harus terus memberi untuk membuktikan ia mempercayai Tuhan. Tidak salah untuk menurunkan jumlah persembahannya menjadi 10 persen. Tapi teman saya memilih bukan menurunkannya tetapi  meningkatkan pemberiannya menjadi 30 persen, meskipun  pendapatannya menurun.

Anda mungkin bisa menebak bagaimana cerita berakhir. Allah memberkati imannya dan memberinya lebih dari cukup, lebih dari yang dibutuhkan. Teman saya mengalami penyediaan langsung dari Allah.

Ketika sulit dan Anda ragu, memberi lebih banyak. Atau, seperti Ulangan mengatakan, "Engkau harus memberi kepadanya dengan limpahnya dan janganlah hatimu berdukacita, apabila engkau memberi kepadanya, sebab oleh karena hal itulah TUHAN, Allahmu, akan memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu dan dalam segala usahamu." (15:10).

Mungkin Anda telah memberi persembahan. Jika demikian, Anda telah melihat bahwa dalam beberapa hal itu akan lebih mudah, bukan? Anda telah menyaksikan manfaat memberi dan diberkati karena itu. Tapi bisa menjadi sulit juga. Godaan untuk berhenti meningkatkan persembahan akan datang setiap tahun. Kesombongan akan memberitahu Anda bahwa Anda telah memberi lebih dari yang lain. Ketakutan membisikan kepada Anda bahwa ini saatnya untuk khawatir tentang masa depan. Teman mengatakan Anda telah cukup banyak memberi, sekarang giliran orang lain.

Tapi Yesus berkata untuk Anda terus dan Anda akan melihat bahwa Tuhan akan memberkati Anda. Apakah kita benar-benar percaya bahwa "seharusnya menjadi urusan kita setiap hari untuk mempersiapkan hari terakhir kita"?

Ketika Yesus mengutus kedua belas murid-Nya (Lukas 9: 3), Ia mengatakan kepada mereka untuk "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju." Menurut Anda mengapa Dia mengatakan hal ini? Mengapa tidak membiarkan mereka keluar rumah dengan membawa persediaan? Mengapa tidak memungkinkan mereka untuk membawa uang hanya untuk berjaga-jaga?

Yesus memaksa murid-muridNya untuk mempercayai-Nya. Tuhan akan menyertai mereka karena mereka tidak memiliki apa-apa yang menjadi alasan untuk mundur.

Kondisi percaya disini bukanlah kondisi yang nyaman untuk dijalani; pada kenyataannya, itu  tidak sesuai dengan apa yang diajarkan kepada kita tentang membuat rencana yang baik. Kita seperti menemukan perlindungan pada apa yang sudah kita miliki daripada berharap pada Tuhan yang akan menyediakan. Tapi Yesus berkata bahwa ada harga untuk mengikuti Dia, yaitu  kita harus menyerahkan segalanya. Ini berarti bersedia untuk pergi tanpa persediaan atau tempat tidur di malam hari, dan kadang-kadang tanpa mengetahui ke mana kita akan pergi.

Tuhan ingin kita percaya kepada-Nya dengan meninggalkan semua yang kita miliki. Dia ingin menunjukkan kepada kita bagaimana Dia bekerja dan peduli pada kita. Dia ingin menjadi tempat perlindungan bagi kita.

Dikutip dari buku Crazy Love: Tak Berdaya Menghadapi Tuhan Yang Mengejarku Tanpa Lelah; Francis Chan; Benaiah Books

Sumber : Crosswalk.com | Jawaban.com | Puji Astuti
Halaman :
1

Ikuti Kami