Jangan Jadi Batu Sandungan

Kata Alkitab / 2 June 2013

Kalangan Sendiri

Jangan Jadi Batu Sandungan

Yenny Kartika Official Writer
17448

 

Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung ([kitab]0Roma14:13[/kitab]).
Yesus telah menjadi sandungan kepada banyak orang, ketika Dia bepergian dan melayani. Tampaknya seolah-olah hampir kemana pun Dia pergi, orang-orang (agamawi) merasa sakit hati. Tetapi mari kita melihat sisi lain dari hal ini.
Yesus dan para muridNya baru saja kembali ke Kapernaum. Mereka telah menyelesaikan suatu putaran pelayanan dan pulang untuk mendapatkan istirahat singkat yang sangat diperlukan. Jika ada suatu tempat yang dapat disebut sebagai pangkalan bagi pelayanan-Nya, maka tempat itu adalah kota ini. Ketika berada di sana, Simon Petrus didekati oleh petugas yang mengumpulkan pajak bait Allah, ”Apakah gurumu tidak membayar pajak Bait Allah?” ([kitab]Matiu17:24[/kitab]).
Petrus menjawab, “Ya”. Lalu pergi membahas hal itu dengan Yesus. Yesus memang mengharapkan pertanyaan-pertanyaan pemungut pajak itu, jadi dia bertanya kepada Simon Petrus, “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari putranya atau dari orang asing?”
“Dari orang asing!” ujar Petrus kepadaNya. “Jadi bebaslah putra-putranya”(Matius 17:25-26 New King James). Yesus bermaksud mengatakan kepada Petrus bahwa putra-putranya bebas. Bukan mereka yang menyediakan pajak itu. Merekalah yang menikmati keuntungan dari pajak itu. Mereka tinggal di istana yang disokong dari hasil pembayaran pajak. Para putra makan di meja sang raja dan mengenakan pakaian kerajaan, semuanya itu ditanggung oleh pajak. Mereka itu bebas dan dipelihara dengan cuma-cuma.
Petugas ini menerima pajak Bait Allah. Tetapi siapakah raja atau pemilik Bait Allah itu? Untuk kehormatan siapakah Bait Allah itu? Jawabnya: Allah Bapa. Petrus baru saja menerima wahyu dari Allah bahwa Yesus adalah “Mesias, Putra Allah yang Hidup.”
Dengan landasan ini, Yesus bertanya kepada Petrus, “Jika Aku adalah Putra dari Dia yang memiliki Bait Allah, maka Aku bebas dari pembayaran pajak, bukan?” Tentu saja Dia akan dibebaskan. Dia dibenarkan sepenuhnya untuk tidak membayar pajak. Namun perhatikanlah ucapanNYa kepada Simon Petrus: “Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kau pancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagiKU dan bagimu juga.”([kitab]Matiu17:27[/kitab]).
Dia baru saja membuktikan kebebasanNYA. Tetapi agar tidak menjadi batu sandungan, Dia berkata kepada Petrus, “Marilah kita membayarnya!” Itu merupakan pengukuhan lain dari kebebasanNYA, ketika Dia menyuruh Petrus pergi memancing dan menangkap ikan pertama yang dimulutnya akan ditemukan uang. Allah Bapa bahkan menyediakan uang pajak itu.
Yesus ialah Tuhan dari bumi. Dialah Putra Allah. Bumi dan segala isinya diciptakan olehNYA dan tunduk kepadaNYA. Karena itu, Dia tahu bahwa uang itu ada di mulut ikan itu. Dia tak usah bekerja untuk memperoleh uang itu, karena Dialah Putra Allah. Namun Dia masih memilih untuk membayar pajak dan tidak menjadi batu sandungan.
Inikah Yesus yang pernah menjadi sandungan kepada orang-orang dan tiada meminta maaf untuk tindakan itu? Dia membuktikan bahwa Dia bebas dari pajak Bait Allah, namun berkata, “Supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah dan bayarlah itu!” Agaknya seolah-olah ada semacam sikap tidak konsisten atau tepat asa, apa itu demikian? Jawaban kita terdapat pada ayat berikutnya.
Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: ”Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barang siapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.”([kitab]Matiu18:1-4[/kitab]).
Frasa kunci di sini ialah: “Barangsiapa merendahkan diri.” Tak lama kemudian Yesus memperluas ini dengan mengatakan: Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah dia menjadi pelayanmu.. sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang ([kitab]Matiu20:26-28[/kitab]).
Wah! Alangkah hebatnya pernyataan ini! Dia tidak datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Dialah Putra itu; Dia bebas; Dia tidak berutang apapun kepada siapa saja; Dia tiada takluk kepada seorang pun. Namun Dia memilih untuk menggunakan kebebasanNYa dan kemerdekaanNya untuk melayani.
Dimerdekakan Untuk Melayani
Kita dinasihatkan dalam perjanjian baru sebagai putra-putra Allah untuk meniru saudara kita, Tuhan Yesus. Untuk mempunyai sikap yang sama seperti yang kita lihat di dalam pribadi Yesus. Saudara-saudara memang kamu dipanggil untuk merdeka, tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. ([kitab]Galat5:13[/kitab]).
Kata lain untuk kemerdekaan adalah hak istimewa. Kita tak boleh menggunakan kemerdekaan atau hak istimewa kita sebagai anak-anak dari Allah yang hidup untuk melayani diri kita sendiri. Kemerdekaan harus digunakan untuk melayani orang lain. Ada kemerdekaan dalam melayani, tetapi ada penjajahan dalam perbudakan. Seorang budak ialah seseorang yang harus melayani sedangkan seorang pelayan adalah seseorang yang hidup untuk melayani.
Marilah kita menyimak beberapa perbedaan antara sikap seorang budak dan seorang pelayan:
· Seorang budak harus, seorang pelayan rela melakukannya.
· Seorang budak melakukan tuntutan minimun, seorang pelayan mencapai potensi maksimun
· Seorang budak berjalan satu mil, seorang pelayan berjalan satu mil tambahan
· Seorang budak merasa dirampok, seorang pelayan memberi
· Seorang budak terikat, seorang pelayan merdeka
· Seorang budak memperjuangkan hak-haknya , seorang pelayan menyerahkan hak-haknya
Saya telah melihat banyak orang Kristen melayani dengan sikap jengkel. Mereka enggan memberi dan mengeluh pada saat membayar pajak. Mereka masih hidup seperti budak terhadap hukuman yang daripadanya mereka telah dibebaskan. Mereka tetap menjadi budak di hati mereka.
Yang paling mengkuatirkan ialah bahwa hukum ini dibangun dari ayat-ayat perjanjian baru. Mereka tidak mempunyai roh dari perintah yang diberikan oleh Yesus. Mereka tidak sadar bahwa mereka dimerdekakan untuk melayani. Jadi mereka terus memperjuangkan keuntungan mereka sendiri dan bukannya keuntungan orang lain.
Paulus memberikan suatu contoh yang jelas dari perlawanan terhadap sikap ini dalam suratnya kepada jemaat Roma dan Korintus. Kemerdekaan untuk para pemercaya ini ditantang oleh makanan. Paulus mulai dengan menasihatkan mereka untuk menerima orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. Yang seorang yakin, bahwa dia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. ([kitab]0Roma14:1-2[/kitab])
Yesus telah menjelaskan bahwa bukan hal yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan, melainkan hal yang keluar dari dalam mulut. Ketika Dia membuat pernyataan ini, Dia menjadikan semua makanan halal kepada semua pemercaya ([kitab]Marku7:18-19[/kitab]). Paulus menyatakan bahwa ada beberapa pemercaya yang lemah imannya dan masih belum dapat makan daging, karena kuatir menyantap makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Walaupun Yesus telah berbicara tentang soal ini, orang-orang tersebut masih belum dapat makan daging dengan hati nurani yang bersih.
Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: tidak ada berhala di dunia..namun bagi kita hanya ada satu Allah, yaitu: Bapa, yang daripadaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu: Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup. Tetapi bukan semua orang yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang, yang karena masih terus terikat pada berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan oleh karena hati nurani mereka lemah, hati nurani mereka itu dinodai olehnya ([kitab]iKori8:4,6-7[/kitab]).
Dalam gereja-gereja itu, orang-orang Kristen yang imannya lebih kuat makan daging yang asal-usulnya diragukan di hadapan pemercaya yang lebih lemah. Ini menyebabkan timbulnya suatu masalah, walaupun Yesus telah menguduskan makanan ini. Mereka yang lemah tak dapat melepaskan citra dari daging di atas mezbah berhala. Para pemercaya yang kuat imannya tahu bahwa berhala itu tidak ada dan tidak merasa hati nuraninya terganggu sewaktu mereka makan.
Tetapi tampaknya mereka lebih peduli untuk mempertahankan hak-hak mereka sebagai para pemercaya perjanjian baru, ketimbang menjadi sandungan kepada saudara-saudara mereka. Tanpa sadar mereka telah meletakkan batu sandungan di jalan dari saudara-saudara yang lebih lemah. Sikap ini tidak terdapat dalam hati seorang pelayan. Perhatikan cara Paulus berbicara kepada mereka: Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudrara kita jatuh atau tersandung! Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus ([kitab]0Roma14:13,17[/kitab])
Dia berkata, “Biarlah kita ingat makna Kerajaan Allah itu sebenarnya; kebenaran, sejahtera dan sukacita di dalam Roh Kudus. “Semua keuntungan ini dikacaukan oleh para pemercaya baru. Para pemercaya yang lebih kuat tidak menggunakan kemerdekaan mereka untuk melayani, melainkan sebagai panggung untuk hak-hak mereka. Mereka mempunyai pengetahuan dari kemerdekaan perjanjian baru mereka. Tatapi pengetahuan tanpa kasih itu membinasakan.
Dalam hal ini mereka tidak mempunyai hati dari Yesus. Yesus membuktikan hak-hakNya mengenai pajak Bait Allah kepada Petrus dan murid-muridNya yang lain untuk memberi contoh tentang pentingnya menyerahkan hidup mereka untuk melayani. Dia tidak pernah menghendaki kemerdekaan menjadi suatu izin utnuk menuntut hak-hak kita dan menyebabkan orang lain tersinggung dan tersandung.
Paulus memberikan peringatan ini kepada mereka yang mempunyai pengetahuan tentang hak-hak mereka di dalam Kristus, tanpa memiliki hatiNYA untuk melayani: dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu: saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena pengetahuanmu. Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakikatnya berdosa terhadap Kristus ([kitab]iKori8:11-12[/kitab]). Kita dapat menggunakan kemerdekaan kita untuk berbuat dosa. Bagaimana caranya? Dengan melukai hati nurani mereka yang lemah, sehingga menyebabkan salah seorang dari anak-anakNya yang kecil tersinggung dan tersandung.
Menyerahkan Hak-Hak Kita
Setelah Yesus menetapkan kemerdekaanNya sehubungan dengan pajak Bait Allah. Dia dengan hati-hati menasihatkan para muridNya tentang pentingnya kerendahan hati. Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu dia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggAllah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang daripada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu daripada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua. Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu di sorga ([kitab]Matiu18:6-10[/kitab]).
Seluruh pasal Matius ini berbicara tentang sandungan. Yesus dengan jelas mengatakan untuk menyingkirkan apa pun yang menyebabkan dosa, walaupun hal itu adalah hak istimewa anda dari perjanjian baru. Jika hal itu menyebabkan saudara Anda yang lemah berbuat dosa, maka keratlah itu di hadapannya.
Anda mungkin merasa heran mengapa Yesus menjadi sandungan kepada banyak orang, seperti yang kita lihat pada pasal terdahulu dari buku ini. Jawabnya sederhana saja. Yesus menjadi sandungan kepada sebagian orang sebagai akibat dari mematuhi Bapa dan melayani orang lain. Sandungan yang dilakukanNya bukan berasal dari niatNya untuk menuntut hakNya sendiri.
Orang-orang Farisi merasa sakit hati, ketika Dia menyembuhkan pada hari Sabat. Para muridNya merasa tersandung oleh kebenaran yang disuruh Bapa untuk diberitakan Yesus. Maria dan Marta tersandung ketika Dia menangguhkan kedatanganNya untuk menyembuhkan Lazarus. Tetapi anda takkan mendapati Yesus menjadi sandungan kepada orang lain untuk melayani diriNya sendiri.
Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus memberikan peringatan ini: Tetapi jagalah supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah ([kitab]iKori8:9[/kitab]). Kebebasan kita telah diberikan kepada kita untuk melayani dan menyerahkan hidup kita. Kita harus membagun dan bukannya menghancurkan.
Kebebasan ini juga tidak diberikan untuk kita bermegah atas diri kita sendiri. Karena kita telah menggunakannya dengan cara ini, maka banyak orang sekarang tersandung oleh gaya hidup orang-orang Kristen. Dengarlah lagi peringatan yang diberikan kepada kita dalam 1Korintus 8:9, “Tetapi jagalah supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah.”
Ujian Pembinaan
Rasul Paulus, ketika menyurati jemaat Roma, meringkaskan isi hati Allah mengenai hal itu: “Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. ([kitab]0Roma14:19[/kitab]) Kita harus menjadikan tujuan kita untuk tidak menyebabkan satu sama lain tersandung akibat kebebasan pribadi kita. Tindakan yang kita lakukan mungkin diizinkan berdasarkan Alkitab. Tetapi tanyakanlah diri Anda sendiri: Apakah hal itu membina orang lain atau diri Anda sendiri?
“Segala sesuatu diperbolehkan” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna.” Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain. Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat ([kitab]iKori10:23-24,31-33[/kitab])
Saya memberikan dorongan kepada anda untuk mengizinkan Roh Kudus tersalur ke dalam setiap segi kehidupan anda melalui ayat-ayat alkitab ini. Izinkalah Dia untuk menunjukkan motif atau rencana kerja anda yang tersembunyi yang bertujuan untuk kepentingan anda dan bukannya untuk kepentingan orang lain. Bidang apa pun dari kehidupan yang anda tekuni, terimalah tantangannya untuk hidup sebagai pelayan bagi semua orang.
Gunakanlah kebebasan anda di dalam Kristus untuk membebaskan orang lain, bukan untuk memaksakan hak-hak anda sendiri. Itulah salah satu garis pedoman dari pelayanan Paulus, yang menulis, “Dalam hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela ([kitab]iiKor6:3[/kitab])

Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung ([kitab]0Roma14:13[/kitab]).


Yesus telah menjadi sandungan kepada banyak orang, ketika Dia bepergian dan melayani. Tampaknya seolah-olah hampir kemana pun Dia pergi, orang-orang (agamawi) merasa sakit hati. Tetapi mari kita melihat sisi lain dari hal ini.


Yesus dan para muridNya baru saja kembali ke Kapernaum. Mereka telah menyelesaikan suatu putaran pelayanan dan pulang untuk mendapatkan istirahat singkat yang sangat diperlukan. Jika ada suatu tempat yang dapat disebut sebagai pangkalan bagi pelayanan-Nya, maka tempat itu adalah kota ini. Ketika berada di sana, Simon Petrus didekati oleh petugas yang mengumpulkan pajak bait Allah, ”Apakah gurumu tidak membayar pajak Bait Allah?” ([kitab]Matiu17:24[/kitab]).


Petrus menjawab, “Ya”. Lalu pergi membahas hal itu dengan Yesus. Yesus memang mengharapkan pertanyaan-pertanyaan pemungut pajak itu, jadi dia bertanya kepada Simon Petrus, “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari putranya atau dari orang asing?”


“Dari orang asing!” ujar Petrus kepadaNya. “Jadi bebaslah putra-putranya”(Matius 17:25-26 New King James). Yesus bermaksud mengatakan kepada Petrus bahwa putra-putranya bebas. Bukan mereka yang menyediakan pajak itu. Merekalah yang menikmati keuntungan dari pajak itu. Mereka tinggal di istana yang disokong dari hasil pembayaran pajak. Para putra makan di meja sang raja dan mengenakan pakaian kerajaan, semuanya itu ditanggung oleh pajak. Mereka itu bebas dan dipelihara dengan cuma-cuma.


Petugas ini menerima pajak Bait Allah. Tetapi siapakah raja atau pemilik Bait Allah itu? Untuk kehormatan siapakah Bait Allah itu? Jawabnya: Allah Bapa. Petrus baru saja menerima wahyu dari Allah bahwa Yesus adalah “Mesias, Putra Allah yang Hidup.”


Dengan landasan ini, Yesus bertanya kepada Petrus, “Jika Aku adalah Putra dari Dia yang memiliki Bait Allah, maka Aku bebas dari pembayaran pajak, bukan?” Tentu saja Dia akan dibebaskan. Dia dibenarkan sepenuhnya untuk tidak membayar pajak. Namun perhatikanlah ucapanNYa kepada Simon Petrus: “Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kau pancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagiKU dan bagimu juga.”([kitab]Matiu17:27[/kitab]).


Dia baru saja membuktikan kebebasanNYA. Tetapi agar tidak menjadi batu sandungan, Dia berkata kepada Petrus, “Marilah kita membayarnya!” Itu merupakan pengukuhan lain dari kebebasanNYA, ketika Dia menyuruh Petrus pergi memancing dan menangkap ikan pertama yang dimulutnya akan ditemukan uang. Allah Bapa bahkan menyediakan uang pajak itu.


Yesus ialah Tuhan dari bumi. Dialah Putra Allah. Bumi dan segala isinya diciptakan olehNYA dan tunduk kepadaNYA. Karena itu, Dia tahu bahwa uang itu ada di mulut ikan itu. Dia tak usah bekerja untuk memperoleh uang itu, karena Dialah Putra Allah. Namun Dia masih memilih untuk membayar pajak dan tidak menjadi batu sandungan.


Inikah Yesus yang pernah menjadi sandungan kepada orang-orang dan tiada meminta maaf untuk tindakan itu? Dia membuktikan bahwa Dia bebas dari pajak Bait Allah, namun berkata, “Supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah dan bayarlah itu!” Agaknya seolah-olah ada semacam sikap tidak konsisten atau tepat asa, apa itu demikian? Jawaban kita terdapat pada ayat berikutnya.


Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: ”Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?” Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barang siapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.”([kitab]Matiu18:1-4[/kitab]).


Frasa kunci di sini ialah: “Barangsiapa merendahkan diri.” Tak lama kemudian Yesus memperluas ini dengan mengatakan: Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah dia menjadi pelayanmu.. sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang ([kitab]Matiu20:26-28[/kitab]).


Wah! Alangkah hebatnya pernyataan ini! Dia tidak datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani. Dialah Putra itu; Dia bebas; Dia tidak berutang apapun kepada siapa saja; Dia tiada takluk kepada seorang pun. Namun Dia memilih untuk menggunakan kebebasanNYa dan kemerdekaanNya untuk melayani.


Dimerdekakan Untuk Melayani
Kita dinasihatkan dalam perjanjian baru sebagai putra-putra Allah untuk meniru saudara kita, Tuhan Yesus. Untuk mempunyai sikap yang sama seperti yang kita lihat di dalam pribadi Yesus. Saudara-saudara memang kamu dipanggil untuk merdeka, tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. ([kitab]Galat5:13[/kitab]).


Kata lain untuk kemerdekaan adalah hak istimewa. Kita tak boleh menggunakan kemerdekaan atau hak istimewa kita sebagai anak-anak dari Allah yang hidup untuk melayani diri kita sendiri. Kemerdekaan harus digunakan untuk melayani orang lain. Ada kemerdekaan dalam melayani, tetapi ada penjajahan dalam perbudakan. Seorang budak ialah seseorang yang harus melayani sedangkan seorang pelayan adalah seseorang yang hidup untuk melayani.


Marilah kita menyimak beberapa perbedaan antara sikap seorang budak dan seorang pelayan:
· Seorang budak harus, seorang pelayan rela melakukannya.
· Seorang budak melakukan tuntutan minimun, seorang pelayan mencapai potensi maksimun
· Seorang budak berjalan satu mil, seorang pelayan berjalan satu mil tambahan
· Seorang budak merasa dirampok, seorang pelayan memberi
· Seorang budak terikat, seorang pelayan merdeka
· Seorang budak memperjuangkan hak-haknya , seorang pelayan menyerahkan hak-haknya


Saya telah melihat banyak orang Kristen melayani dengan sikap jengkel. Mereka enggan memberi dan mengeluh pada saat membayar pajak. Mereka masih hidup seperti budak terhadap hukuman yang daripadanya mereka telah dibebaskan. Mereka tetap menjadi budak di hati mereka.


Yang paling mengkuatirkan ialah bahwa hukum ini dibangun dari ayat-ayat perjanjian baru. Mereka tidak mempunyai roh dari perintah yang diberikan oleh Yesus. Mereka tidak sadar bahwa mereka dimerdekakan untuk melayani. Jadi mereka terus memperjuangkan keuntungan mereka sendiri dan bukannya keuntungan orang lain.


Paulus memberikan suatu contoh yang jelas dari perlawanan terhadap sikap ini dalam suratnya kepada jemaat Roma dan Korintus. Kemerdekaan untuk para pemercaya ini ditantang oleh makanan. Paulus mulai dengan menasihatkan mereka untuk menerima orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. Yang seorang yakin, bahwa dia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. ([kitab]0Roma14:1-2[/kitab])

Yesus telah menjelaskan bahwa bukan hal yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan, melainkan hal yang keluar dari dalam mulut. Ketika Dia membuat pernyataan ini, Dia menjadikan semua makanan halal kepada semua pemercaya ([kitab]Marku7:18-19[/kitab]). Paulus menyatakan bahwa ada beberapa pemercaya yang lemah imannya dan masih belum dapat makan daging, karena kuatir menyantap makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala. Walaupun Yesus telah berbicara tentang soal ini, orang-orang tersebut masih belum dapat makan daging dengan hati nurani yang bersih.

Tentang hal makan daging persembahan berhala kita tahu: tidak ada berhala di dunia..namun bagi kita hanya ada satu Allah, yaitu: Bapa, yang daripadaNya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu: Yesus Kristus, yang olehNya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup. Tetapi bukan semua orang yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang, yang karena masih terus terikat pada berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan oleh karena hati nurani mereka lemah, hati nurani mereka itu dinodai olehnya ([kitab]iKori8:4,6-7[/kitab]).

Dalam gereja-gereja itu, orang-orang Kristen yang imannya lebih kuat makan daging yang asal-usulnya diragukan di hadapan pemercaya yang lebih lemah. Ini menyebabkan timbulnya suatu masalah, walaupun Yesus telah menguduskan makanan ini. Mereka yang lemah tak dapat melepaskan citra dari daging di atas mezbah berhala. Para pemercaya yang kuat imannya tahu bahwa berhala itu tidak ada dan tidak merasa hati nuraninya terganggu sewaktu mereka makan.

Tetapi tampaknya mereka lebih peduli untuk mempertahankan hak-hak mereka sebagai para pemercaya perjanjian baru, ketimbang menjadi sandungan kepada saudara-saudara mereka. Tanpa sadar mereka telah meletakkan batu sandungan di jalan dari saudara-saudara yang lebih lemah. Sikap ini tidak terdapat dalam hati seorang pelayan. Perhatikan cara Paulus berbicara kepada mereka: Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudrara kita jatuh atau tersandung! Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus ([kitab]0Roma14:13,17[/kitab])

Dia berkata, “Biarlah kita ingat makna Kerajaan Allah itu sebenarnya; kebenaran, sejahtera dan sukacita di dalam Roh Kudus. “Semua keuntungan ini dikacaukan oleh para pemercaya baru. Para pemercaya yang lebih kuat tidak menggunakan kemerdekaan mereka untuk melayani, melainkan sebagai panggung untuk hak-hak mereka. Mereka mempunyai pengetahuan dari kemerdekaan perjanjian baru mereka. Tatapi pengetahuan tanpa kasih itu membinasakan.

Dalam hal ini mereka tidak mempunyai hati dari Yesus. Yesus membuktikan hak-hakNya mengenai pajak Bait Allah kepada Petrus dan murid-muridNya yang lain untuk memberi contoh tentang pentingnya menyerahkan hidup mereka untuk melayani. Dia tidak pernah menghendaki kemerdekaan menjadi suatu izin untuk menuntut hak-hak kita dan menyebabkan orang lain tersinggung dan tersandung.

Paulus memberikan peringatan ini kepada mereka yang mempunyai pengetahuan tentang hak-hak mereka di dalam Kristus, tanpa memiliki hatiNYA untuk melayani: dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu: saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena pengetahuanmu. Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakikatnya berdosa terhadap Kristus ([kitab]iKori8:11-12[/kitab]). Kita dapat menggunakan kemerdekaan kita untuk berbuat dosa. Bagaimana caranya? Dengan melukai hati nurani mereka yang lemah, sehingga menyebabkan salah seorang dari anak-anakNya yang kecil tersinggung dan tersandung.


Menyerahkan Hak-Hak Kita
Setelah Yesus menetapkan kemerdekaanNya sehubungan dengan pajak Bait Allah. Dia dengan hati-hati menasihatkan para muridNya tentang pentingnya kerendahan hati. Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu dia ditenggelamkan ke dalam laut. Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggAllah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang daripada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu daripada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua. Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu di sorga ([kitab]Matiu18:6-10[/kitab]).

Seluruh pasal Matius ini berbicara tentang sandungan. Yesus dengan jelas mengatakan untuk menyingkirkan apa pun yang menyebabkan dosa, walaupun hal itu adalah hak istimewa anda dari perjanjian baru. Jika hal itu menyebabkan saudara Anda yang lemah berbuat dosa, maka keratlah itu di hadapannya.
Anda mungkin merasa heran mengapa Yesus menjadi sandungan kepada banyak orang, seperti yang kita lihat pada pasal terdahulu dari buku ini. Jawabnya sederhana saja. Yesus menjadi sandungan kepada sebagian orang sebagai akibat dari mematuhi Bapa dan melayani orang lain. Sandungan yang dilakukanNya bukan berasal dari niatNya untuk menuntut hakNya sendiri.

Orang-orang Farisi merasa sakit hati, ketika Dia menyembuhkan pada hari Sabat. Para muridNya merasa tersandung oleh kebenaran yang disuruh Bapa untuk diberitakan Yesus. Maria dan Marta tersandung ketika Dia menangguhkan kedatanganNya untuk menyembuhkan Lazarus. Tetapi anda takkan mendapati Yesus menjadi sandungan kepada orang lain untuk melayani diriNya sendiri.

Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus memberikan peringatan ini: Tetapi jagalah supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah ([kitab]iKori8:9[/kitab]). Kebebasan kita telah diberikan kepada kita untuk melayani dan menyerahkan hidup kita. Kita harus membagun dan bukannya menghancurkan.
Kebebasan ini juga tidak diberikan untuk kita bermegah atas diri kita sendiri. Karena kita telah menggunakannya dengan cara ini, maka banyak orang sekarang tersandung oleh gaya hidup orang-orang Kristen. Dengarlah lagi peringatan yang diberikan kepada kita dalam 1Korintus 8:9, “Tetapi jagalah supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah.”


Ujian Pembinaan
Rasul Paulus, ketika menyurati jemaat Roma, meringkaskan isi hati Allah mengenai hal itu: “Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. ([kitab]0Roma14:19[/kitab]) Kita harus menjadikan tujuan kita untuk tidak menyebabkan satu sama lain tersandung akibat kebebasan pribadi kita. Tindakan yang kita lakukan mungkin diizinkan berdasarkan Alkitab. Tetapi tanyakanlah diri Anda sendiri: Apakah hal itu membina orang lain atau diri Anda sendiri?

“Segala sesuatu diperbolehkan” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna.” Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain. Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah. Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal, bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat ([kitab]iKori10:23-24,31-33[/kitab])

Saya memberikan dorongan kepada anda untuk mengizinkan Roh Kudus tersalur ke dalam setiap segi kehidupan anda melalui ayat-ayat alkitab ini. Izinkalah Dia untuk menunjukkan motif atau rencana kerja anda yang tersembunyi yang bertujuan untuk kepentingan anda dan bukannya untuk kepentingan orang lain. Bidang apa pun dari kehidupan yang anda tekuni, terimalah tantangannya untuk hidup sebagai pelayan bagi semua orang.

Gunakanlah kebebasan anda di dalam Kristus untuk membebaskan orang lain, bukan untuk memaksakan hak-hak anda sendiri. Itulah salah satu garis pedoman dari pelayanan Paulus, yang menulis, “Dalam hal apapun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela ([kitab]iiKor6:3[/kitab])

Sumber : John Bevere, Buku "Umpan Iblis" | YK
Halaman :
1

Ikuti Kami