22 Tahun Menjalani Neraka Pernikahan Tanpa Harapan

Family / 4 May 2011

Kalangan Sendiri

22 Tahun Menjalani Neraka Pernikahan Tanpa Harapan

Lestari99 Official Writer
11464

Pada tahun 1980-an, dalam sebuah pesta keluarga Wilma bertemu dengan seorang pria bernama Fredy.

“Saat itu saya melihat pria ini begitu tampan, baik, dan berawal dari perkenalan itu hubungan kami pun berlanjut kepada hubungan cinta dan kami berpacaran.”

Benih-benih cinta itu mulai tumbuh di hati Wilma. Hanya ada kebahagiaan yang dirasakannya.

“Kalau saya pergi sekolah, ia jemput. Pulang sekolah pun ia jemput. Seringkali ia mengajak saya makan. Kami bergandengan tangan, sehingga saya pikir ia adalah seorang pria yang baik. Dan memang ia pria yang baik, namun saya belum tahu karakter dia yang sebenarnya di balik semua kebaikan itu,” ujar Wilma.

Terbuai dengan cinta yang memabukkan bersama sang kekasih, akhirnya Wilma memutuskan untuk menikah. Di sanalah babak baru kehidupannya akan dimulai.

Di awal pernikahan, kehidupan rumah tangga Wilma dan Fredy begitu harmonis. Tapi sesudah itu Wilma harus menyaksikan kejadian demi kejadian yang terjadi di dalam rumah tangganya. Fredy ternyata adalah seorang pria yang suka ke bar, pulang dalam keadaan mabuk dan Wilma sama sekali tidak dapat melarang Fredy untuk menghentikan kebiasaan buruknya itu. Yang ada, kekerasan dalam rumah tanggalah yang harus diterima Wilma sebagai balasannya.

Setiap kali Wilma menegur Fredy, suaminya justru akan memukul, melempar dan menendang Wilma tanpa belas kasihan. Wilma diperlakukan Fredy bagaikan musuh. Teriakan minta ampun Wilma sama sekali tidak menimbulkan belas kasihan dalam hati Fredy untuk menghentikan siksaan yang dilayangkan kepada istrinya. Ditambah lagi dengan cacian dan makian kasar yang terlontar dari mulut Fredy hanya bisa membuat Wilma menangis.

Wilma baru menyadari bahwa perilaku suaminya ternyata tidak berbeda jauh dengan perilaku ayahnya sendiri. Wilma melalui masa kecilnya dengan penuh penderitaan. Selama tujuh tahun, ayahnya pergi dan tidak sekalipun memberikan uang untuk memenuhi kebutuham keluarganya.

Hati Wilma bertanya, kemana ayahnya pergi selama itu. Sampai sebuah kenyataan pahit harus diterimanya dari pengakuan ibunya sendiri. Ayahnya ternyata adalah seorang suami yang suka selingkuh dan main perempuan. Sebagai seorang perempuan Wilma juga turut merasakan penderitaan ibunya. Wilma benar-benar merasa kecewa dengan kenyataan yang harus diterimanya saat itu. Dan hal itu menimbulkan trauma di dalam hati Wilma, jangan sampai jika kelak ia menikah ia mendapatkan seorang suami yang seperti ayahnya.

Batin Wilma harus ikut menangis ketika ia menyaksikan apa yang dialami ibunya. Setiap kali ibunya mencuci atau memasak, selalu diiringi dengan air mata. Sebagai anak, Wilma tidak sampai hati melihat kondisi ibunya yang seperti itu namun ia tidak dapat berbuat apa-apa. Diam-diam, kebencian kepada sang ayah dibawa Wilma sampai dewasa dan hal itu menimbulkan kepahitan serta perasaan kecewa terhadap sang ayah.

Namun apa yang ditakutkan Wilma sepanjang hidupnya, justru itu yang menimpanya. Apa yang terjadi dalam pernikahannya tidak beda jauh dengan apa yang harus dialami ibunya selama bertahun-tahun. Kehidupan neraka pernikahan harus dihadapinya setiap hari. Tidak ada kedamaian. Yang ada hanyalah ketakutan, trauma dan apapun yang dilakukannya selalu salah di mata sang suami. Wilma hanya dapat menerima nasibnya dengan pasrah.

Namun hal yang paling menyedihkan sebenarnya adalah anak mereka harus menyaksikan kekejaman ayahnya terhadap ibunya setiap hari.

“Papa saya sangat kejam. Ketika ia memukul mama saya, ia seperti memukul musuhnya sendiri. Anak mana yang tidak akan terluka ketika melihat perlakuan seperti itu terhadap mamanya sendiri. Pada saat itu saya sangat membenci papa saya. Dan saya bertekad satu saat nanti saya harus membalas apa yang papa saya telah lakukan terhadap mama saya,” ujar Reffys Tuhumury, anak hasil pernikahan Wilma dengan Fredy.

“Seandainya saya tahu karakter suami saya yang sebenarnya seperti itu, tidak mungkin saya mau menikah dengannya,” ujar Wilma.

Penyesalan tinggallah penyesalan. Tidak ada yang bisa dilakukan Wilma selain berharap kepada Tuhan.

“Selama kurang lebih 22 tahun, saya selalu disiksa oleh suami saya sendiri. Namun saya tidak putus asa, saya tetap berdoa. Saya tetap bergumul untuk suami saya. Saya percaya doa orang benar bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya. Saya katakan kepada Tuhan, ‘Tuhan, saya rindu agar suami saya berubah,” kisah Wilma.

Selama bertahun-tahun Wilma terus menanti akan jawaban doanya. Namun tanpa sadar hatinya masih menyimpan duka. Sampai sebuah kebenaran membuka mata hatinya.

“Satu saat saya mendapatkan bahwa barangsiapa yang tidak mengampuni saudaranya, Bapa yang di surga juga tidak akan mengampuni dirinya. Tidak tahukah kamu bahwa barangsiapa yang membenci saudaranya, ia adalah seorang pembunuh manusia. Waktu saya membaca Firman itu, saat itulah saya mulai tergerak untuk melepaskan pengampunan. Saya katakan, ‘Tuhan, angkat semua kekecewaan, luka batin dan akar pahit yang selama ini mengikat, membelenggu dan memperbudak saya sejak saya kecil sampai saya dewasa dan menikah. Hari ini saya tolak dalam nama Yesus!’ Pada saat saya melepaskan pegampunan, saat itulah kuasa Tuhan Yesus turun atas diri saya. Ada satu kelepasan, kebebasan dan kemerdekaan dalam hidup saya,” tandas Wilma dengan penuh keyakinan.

Ketika Wilma mengambil keputusan untuk mengampuni, sesuatu yang mustahil terjadi pada suaminya.

“Suatu saat saya mengajak suami dan anak saya pergi ke tempat ibadah. Sewaktu kami menyanyi, tiba-tiba ia menangis. Saya bersama dengan anak saya yang melihat dia menangis, jadi ikut menangis. Kami menangis bukan karena marah, tetapi menangis karena sukacita. Karena ia dilawat oleh Tuhan. Di situlah saya melihat bagaimana suami bertobat dan berubah 180 derajat,” ujar Wilma sambil tersenyum penuh sukacita.

Sejak peristiwa itu, Wilma benar-benar melihat suaminya berubah. Hari-hari dalam rumah tangganya pun ia lewati dengan penuh kebahagiaan. Setiap kali melakukan kesalahan, Fredy mulai belajar untuk meminta maaf kepada Wilma. Setahap demi setahap, Fredy pada akhirnya melakukan hal itu hampir setiap hari. Wilma dan Fredy sama-sama belajar untuk saling mengakui kesalahan dan mengampuni. Perubahan dalam rumah tangganya pun menjadi suatu hal yang nyata.

“Saya sangat bahagia dengan perubahan di dalam diri papa saya. Dia datang kepada saya dan meminta maaf. Dan itu membuat semua dendam yang saya simpan, setiap luka, dan kekecewaan-kekecewaan terhadap papa saya di masa lalu, semua itu diangkat oleh Tuhan. Dan jujur, saya sangat bahagia sekali menghadapi perubahan papa saya,” ujar Reffys Tuhumury dengan senyum kebahagiaan.

Di tengah kebahagiaan yang sedang mereka nikmati, Wilma dan Reffys harus kembali menelan kenyataan pahit. Kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena Tuhan memanggil Fredy pulang ke rumah Bapa di surga. Kepergian Fredy meninggalkan duka dan rasa kehilangan mendalam bagi Wilma. Karena saat itu mereka sedang menikmati masa-masa bahagia bagaikan pengantin baru.

“Ketika saya sangat butuh figur papa, dia meninggal. Dan itu membuat saya sedikit depresi, Saya merasakan betapa saya telah kehilangan seseorang yang sangat saya sayangi,” ujar Reffys.

Terlalu singkat kebahagiaan yang dirasakan Wilma bersama Reffys. Namun seiring berjalannya waktu, mereka pun dapat melupakan kesedihan itu. Luka yang dulu disimpannya selama puluhan tahun, kini sudah Tuhan pulihkan.

“Walau tanpa suami, saya dapat melihat bahwa pemeliharaan Tuhan Yesus itu luar biasa dalam hidup saya. Saya bisa mengampuni suami saya bukan karena kuat dan gagah saya, tetapi karena Tuhan Yesus sudah terlebih dahulu mengampuni saya sehingga saya bisa mengampuni papa dan suami saya almarhum,” ujar Wilma.

“Walaupun sekarang saya hidup tanpa papa, saya seorang anak yatim, namun saya melihat bahwa penyertaan Tuhan dalam hidup saya dan mama begitu sempurna. Dan hal itu membuat saya sangat bersukacita, bersyukur dan bersemangat untuk menjalani hari-hari dalam hidup saya,” ujar Reffys.

“Tuhan Yesus itu segala-galanya buat saya. Dia sebagai suami buat saya, Dia juga Bapa buat saya dan anak saya,” ujar Wilma menutup kesaksiannya. 

Sumber Kesaksian:
Wilma Tuhumury
Sumber : V101005135926
Halaman :
1

Ikuti Kami