Keluarga Djokosoetono, Pendiri Taksi Blue Bird

Entrepreneurship / 13 August 2010

Kalangan Sendiri

Keluarga Djokosoetono, Pendiri Taksi Blue Bird

Lois Official Writer
20564

Blue Bird Group telah berkembang menjadi perusahaan transportasi darat terkemuka khususnya di ibukota Jakarta dan beberapa kota besar lainnya. Bahkan sangat sulit dibantah, di antara berbagai merek taksi yang beredar di sekitarnya, diferensiasi taksi Blue Bird tampak begitu menonjol.

Diferensiasi itu bukan saja hanya pada sistem IT, database management, maupun sistem renumerisasi yang baik. Dalam hal pelayanan, pengemudi Blue Bird juga terkenal lebih baik dan sopan ketimbang supir-supir taksi merek lain. Bagaimana mereka sampai bisa seperti itu dan siapakah sosok di balik perusahaan taksi yang sudah berdiri sejak 38 tahun yang lalu tersebut?

Namanya Purnomo Prawiro. Dia orang terpenting di balik perusahaan taksi yang memiliki belasan ribu armada. “Proses utama yang harus dilakukan sebelum memberikan service kepada pelanggan adalah peranan dari manusia di perusahaan, khususnya para pengemudi,” katanya memulai.

Sebagai atasan, ia berusaha memberikan contoh baik kepada bawahannya. “Tak perlu susah-susah, cukup memberi ucapan ‘Selamat pagi’ atau ‘Bagaimana hari ini?’ kepada bawahan ketika berpapasan,” tuturnya kemudian. Setelah itu, tahap selanjutnya yaitu tergantung pada infrastruktur dan sistem manajemen.

Strategi Blue Bird Group yang berslogan ‘Andal’ pun mulai diluncurkan. Andal merupakan kepanjangan kata dari Aman, Nyaman, Mudah, dan Personalize. Slogan inilah yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan. Slogan Andal ini juga harus diaplikasikan oleh semua karyawan Blue Bird di semua tingkatan. Dari atasan hingga back office dan frontliners yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Jika semua karyawan, khususnya pengemudi, merasa nyaman dalam bekerja, akan berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.

Visi melayani yang diterapkan sendiri mengacu pada sistem top-down. Artinya, service yang baik harus dimulai pada tingkatan atas yang kemudian berlanjut ke bawah. Pemimpin harus memberikan contoh kepada bawahannya. Purnomo pribadi memiliki gaya kepemimpinan spesial, baik dalam membentuk budaya perusahaan, mengantisipasi perubahan, menggiatkan inovasi dan memaksimalkan sumber dayanya.

Mengenai sejarah Blue Bird sendiri, pendiri Blue Bird adalah Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono. Pada tahun 1970, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang kala itu dijabat oleh Letjen KKO Ali Sadikin, berniat menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan, sehingga dia menganggap perlu adanya taksi sebagai sarana taransportasi. Akhirnya taksi-taksi resmi pun mulai bermunculan. Hal inilah yang mendorong Mutiara untuk mendirikan perusahaan taksi.

Namun, karena dilihat belum memiliki pengalaman dalam pengelolaan tranportasi, izin pendirian perusahaan taksi ditolak. Dengan dibantu kedua putranya, Dr. H. Chandra Suharto dan Dr. H. Purnomo Prawiro, mencoba meminta tanda tangan kepada para pelanggan yang pernah menggunakan Chandra Taksi (merek dagang Blue Bird sebelumnya), sebagai suatu bentuk rekomendasi. Dengan banyaknya rekomendasi dari para pelanggan yang menggunakan jasa perusahaan tersebut, pada akhirnya perusahaan tersebut berkembang dan memiliki lisensi sebagai perusahaan taksi.

Chandra Taksi yang sebelumnya dijalankan secara ‘gelap’ dapat memperoleh ijin. dan sejak saat itulah tonggak sejarah berdirinya Blue Bird Group. Usaha ini merupakan usaha untuk menghidupi keluarga setelah sang suami Prof. Djokosoetono, SH wafat. Mobil-mobil yang dijadikan usaha taksi waktu itu adalah mobil-mobil peninggalan sang suami.

Setelah itu, terinspirasi dari cerita rakyat Eropa yang mengisahkan tentang seorang gadis kecil yatim piatu yang hidup penuh penderitaan, Mutiara yang sekarang sudah menjadi almarhum, memutuskan untuk mengganti nama organisasi yang didirikannya menjadi Blue Bird. Pasalnya, gadis kecil itu berdoa kepada Tuhan meminta kebahagiaan. Akhirnya Tuhan mengirimkan utusannya sang burung biru. Bersama burung biru ini, sang gadis kecil berjuang melawan setiap cobaan hidup yang sering menimpanya, dengan penuh kejujuran, kerja keras, kedisiplinan, dan kekeluargaan.

Kala itu, seluruh keluarga ikut berperan serta dalam usaha taksi tersebut, mulai dari pemasaran dan penerima order hingga menjadi pengemudi. Chandra Suharto, bertugas sebagai operator telepon, sedangkan Purnomo Prawiro sebagai pengemudi. Untuk menambah jumlah mobil, Mutiara bekerjasama dengan janda-janda pahlawan dengan memanfaatkan mobil-mobil mereka untuk menjadi taksi.

Rumah pun dijadikan jaminan, ketika Blue Bird Group (BBG) pada awal berdirinya harus menambah armada. Dari 24 taksi, kini BBG mengelola 13.000 unit kendaraan dan mempunyai lebih dari 20.000 karyawan. Sekarang BBG menguasai 54% pangsa pasar. Berkat usaha taksi itu pula, Mutiara berhasil menghantarkan ketiga anaknya meraih gelar sarjana.

Meskipun banyak cobaan yang menghadang, mereka menghadapinya dengan kerja kersa, kedisiplinan, dan kekeluargaan sehingga menjadikan Blue Bird tersohor seperti sekarang ini. Saat ini, banyak jabatan penting dalam badan BBG yang dipegang generasi ketiga setelah wafatnya Mutiara.

Sumber : berbagai sumber/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami