Jika Bukan Tuhan Yang Membangun Rumah…

Marriage / 16 August 2008

Kalangan Sendiri

Jika Bukan Tuhan Yang Membangun Rumah…

Purnama Sari Dewi Gultom Official Writer
10709

Satu tanda sebuah pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan proyek-proyek pembangunan. Dan dalam ekonomi Ilahi, berlaku hal yang sama. Bagaimanapun juga kita mengukur pertumbuhan dan perkembangan rohani, terutama dalam pernikahan dan keluarga kita, satu hal sudah pasti: "Jika Tuhan tidak membangun rumah, para pembangunnya bekerja sia-sia". Begitulah jalan yang ditempatkan Raja Salomo yang bijaksana dalam Mazmur 127.

Dia tahu bahwa kita perlu untuk mengingatnya secara terus-menerus di dalam hati: Kita bergantung kepada Allah secara total untuk membangun pernikahan dan keluarga kita. Tanpa kebergantungan yang sedemikian total kepada-Nya, seluruh seminar-seminar pernikahan, prinsip-prinsip Alkitabiah dan kegiatan-kegiatan gereja akan hancur dalam kegagalan. Jadi seperti apakah jenis kebergantungan total kepada Allah ini? Jika kita tidak mau "bekerja dengan sia-sia" dalam pernikahan dan keluarga, bagaimana kita dapat mempercayai Dia dalam segala aspek hidup kita? Dalam Mazmur 127, Raja Salomo memberikan blueprint ilahi untuk iman pernikahan dan keluarga. Blueprint bangunan ini berisi tiga pondasi rohani yang harus kita letakkan dalam membangun kehidupan iman pernikahan dan keluarga kita.

\"\"1.  Pondasi Iman Pertama: Adalah suatu kenyataan bahwa dengan kemampuan kita sendiri, tidak cukup untuk membangun pernikahan dan keluarga kita. (Mazmur 127:1)

"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga."

Kebanyakan dari kita berpikir bahwa dengan hanya menghadiri lebih banyak seminar pernikahan atau mempelajari lebih banyak prinsip-prinsip alkitab, maka pernikahan dan keluarga kita akan tumbuh subur. Namun walaupun hal-hal ini penting, tanpa suatu kesadaran untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan sang empunya langit dan bumi, semua usaha baik yang kita lakukan tidak akan berguna dan rumah tangga kita akan berakhir runtuh dalam kehancuran, seperti banyak dialami banyak pernikahan Kristen pada umumnya.

Sejalan dengan kebenaran Allah untuk pernikahan dan keluarga, kita perlu mencari Allah dalam pujian dan doa yang bergantung pada basis regular. Karena hanya Dia sendirilah yang dapat "membangun" dan "berjaga-jaga" atas pernikahan dan keluarga kita. Satu-satunya cara kita dapat sungguh-sungguh merefleksikan citra Allah dalam pernikahan kita adalah dengan membangun suatu hubungan iman dengan Dia dan dengan satu sama lain.

\"\"2. Pondasi Iman Kedua: Belajar untuk hidup dengan tidak membiarkan hidup Anda terjebak rutinitas yang padat dan sindrom gila kerja. (Mazmur 127:2)

"Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah -- sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."

Sangat mudah untuk terjebak dalam rutinitas dan jadwal kerja yang padat untuk mendapat lebih dan lebih banyak barang: setiap hari bekerja lebih dari 12 jam atau keluarga-keluarga dimana para suami dan istrinya yang setiap hari pergi ke tempat kerja dengan terburu-buru dan menempatkan mereka pada lingkungan dengan gaya hidup materialistis, berusaha mendapatkan lebih banyak materi dan berharap melalui hal itu kebahagiaan keluarga dapat terus terjaga.

Namun pada kenyataannya, dan ini adalah suatu hal yang menyebalkan, tidak ada satupun dari pengejaran kita melalui kerja keras yang kita lakukan dapat memberikan sukacita dan kepenuhan yang berlimpah, yang sesungguhya merupakan kerinduan Allah sendiri untuk memberikannya secara cuma-cuma kepada kita. Tuhan tidak hanya menyediakan waktu bagi kita untuk beristirahat, namun lebih daripada itu IA juga menyediakan segala kebutuhan kita saat kita sedang beristirahat: pemulihan secara fisik dan emosional; pembaharuan visi dan kesegaran rohani; berkat yang baru dan indah setiap hari. Dengan semua hal yang Tuhan janjikan ini, sungguh mengherankan bukan jika banyak orang Kristen yang terkapar di bawah tekanan gaya hidup yang dianutnya? Jika kita beranjak dari tekanan peperangan rohani dalam pernikahan kita, demi kemuliaan Tuhan, maka kita harus meninggalkan gaya hidup kita yang mengikat kita seperti lem tikus dan mempercayakan Tuhan untuk menyediakan semua yang kita perlukan.

\"\"3. Pondasi Iman Ketiga: Cara kita memandang anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita, saat Tuhan sendiri menghargai mereka sebagai milik pusaka-Nya. (Mazmur 127:3-5)

"Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang."

Tuhan telah berketetapan untuk memuliakan diri-Nya dari generasi ke generasi. Dan saat Ia menganugerahkan kita dengan anak-anak, Ia juga memberikan kuasa kepada kita untuk memperlengkapi milik pusaka Allah ini demi kemuliaan-Nya. Anak-anak tidak hanya sekedar menjadi hadiah dan berkat dari Tuhan bagi kita, namun mereka juga adalah pengikut Kristus yang spesial, yang dipersiapkan untuk tahun-tahun yang akan datang, yang akan ditembakkan bagaikan anak panah melawan musuh-musuh kerajaan sorga.

Dalam terang Tuhan dan ketetapan hati Tuhan yang berkomitmen sepenuhnya untuk membangun pernikahan Anda dan keluarga, beberapa pertanyaan yang harus selalu mengikuti doa-doa yang Anda panjatkan adalah:

\"\"1. Siapa yang Anda percayai untuk membangun pernikahan dan keluarga Anda? Orang tua Anda? Pasangan Anda? Pekerjaan Anda? Tabungan atau hasil investasi Anda? Gereja Anda? Hal-hal yang lainnya? Atau Tuhan sendiri?

2. Seberapa banyak waktu khusus yang Anda berikan setelah bekerja? Apakah itu saat untuk bermain ataupun beristirahat. Kapan Anda perlu untuk menyesuaikan kembali prioritas dan jadwal Anda untuk keluar dari rutinitas?

3. Jika Tuhan telah menganugerahkan anak-anak pada keluarga Anda, bagaimana cara pandang Anda terhadap mereka? Sebagai sesuatu yang menyakitkan dan menjadi beban bagi keluarga? Atau sebagai pengganggu? Atau sebagai pemberian dan berkat dari Tuhan yang diciptakan untuk membawa dampak bagi dunia membawa kemuliaan dan kerajaan Tuhan?

Hendaklah kiranya Anda tidak pernah berhenti untuk mengandalkan Tuhan dalam kehidupan keluarga Anda. Karena jika bukan Tuhan yang membangunnya, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.

Sumber : Barry R. Leventhal, Ph.D.
Halaman :
1

Ikuti Kami