Manajemen Kemarahan

Parenting / 22 November 2005

Kalangan Sendiri

Manajemen Kemarahan

Fifi Official Writer
4359
Pada suatu hari saya datang ke rumah teman saya yang 8 tahun yang lalu sudah menikah (mendahului saya tentunya). Lama sekali saya tidak bertemu dengannya. Dia sudah punya satu orang anak perempuan yang sangat cantik, berumur 7 tahun dan sangat mirip dengan ibunya yang adalah sahabat lama saya.

Ditengah percakapan kami yang lagi seru-serunya, tiba-tiba si anak merengek meminta sesuatu. Teman saya menjawab dengan jawaban singkat yang tampaknya kurang memuaskan hari si anak. Anak itu mulai menggerutu, marah-marah, berteriak-teriak dan diakhiri dengan sebuah bantingan keras di pintu kamarnya sambil terus mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. Wah! Kontan saya kaget luar biasa.

Disitu saya berpikir bahwa hal-hal seperti ini tidak sepantasnya ditoleransi terus menerus dan dibiarkan. Mengarahkan kemarahan seorang anak ternyata sangat penting, karena itu akan menentukan pertumbuhkan kedewasaannya nanti. Mungkin hukuman terhadap si anak setelah ia berprilaku yang tidak sopan seperti itu bisa dilakukan. Tapi apakah itu efektif? Bisakah hukuman itu menjamin bahwa persitiwa yang sama tidak akan berulang lagi dan lagi dan lagi? Tanpa manajemen yang benar, anak akan mengulanginya lagi dan bahkan akan bertambah parah nantinya. Mungkin di umurnya yang 17 nanti, dia akan punya cara-cara mengekspresikan kemarahan dengan cara paling kurang ajar yang tidak terpikir oleh orang tuanya.

Karena itu sebelum terlambat, didik anak anda bagaimana caranya mengungkapkan kemarahan.

Mungkin semua orang tahu bahwa perilaku anak adalah cerminan dari perilaku orang tuanya. Yang saya ingat, teman saya ini memang agak temperamental. Belum lagi jika digabungkan dengan karakter suaminya yang serupa. Mungkin inilah penyebab si anak seperti itu. Karena itu kunci pertama terletak di orang tua. Jika ingin mengatasi kemarahan anak, orang tua harus belajar untuk mengontrol emosi mereka sendiri terlebih dahulu. Anak kemudian akan mengikuti teladan orang tuanya.

Saya tahu bahwa orang tua juga manusia yang punya masa-masa tertentu dimana ada luapan kemarahan yang tak tertahankan. Jika kemarahan itu tidak ada hubungannya dengan si anak, jangan pernah lampiaskan itu didepan dirinya. Jika kemarahan itu ada hubungannya dengan si anak, kontrol selalu diri anda agar tidak keterlaluan lalu selalu jelaskan mengapa anda sampai marah kepadanya dengan penjelasan yang sederhana namun mudah dimengerti.

Kemudian, apapun model orang tua anda ketika anda dibesarkan, jangan adopsi nilai-nilai yang buruknya. Ini keluarga yang anda bangun sendiri, dan ini kesempatan untuk menciptakan lingkungan penuh cinta di rumah anda, bukan penuh kemarahan seperti ketika anda kecil dulu. Jika di rumah anda dulu, memaki adalah hal wajar, maka di keluarga anda sekarang, kata-kata kotor itu jangan pernah ada. Jika dulu anda harus dipukul berkali-kali untuk bisa mengerti sesuatu, hindari sebisa mungkin itu terjadi di rumah anda.

Lalu ajar anak anda bagaimana mengekspresikan apa yang ia rasa dengan kata-kata yang tepat. Mulailah lebih dulu dengan mengerti bahwa mereka memang sedang kecewa, sedih atau sebal dan biarkan mereka bercerita tentang apa yang mereka rasakan. Anda juga bisa memberi contoh dengan penggunaan kata-kata yang baik untuk menasehati mereka. Jangan suka terlibat ngotot-ngototan dengan anak.

Kemudian, jangan pernah lupa untuk mendinginkan suasana setelah bersitegang dengan anak. Luangkan waktu bersamanya untuk berbicara, menonton bersama atau keluar makan bersama. Selain anak akan merasa aman, ini juga membantunya untuk bisa menjadi lebih baik di lain waktu dan semakin menghormati anda sebagai orang tuanya.

Teman saya setuju untuk memulai sebuah perubahan di rumahnya dalam masalah manajemen kemarahan. Bagaimana dengan anda?
Halaman :
1

Ikuti Kami