Kisah Nyata Sizy : Coba Jual Diri Karena Takut Miskin

Family / 6 August 2012

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Sizy : Coba Jual Diri Karena Takut Miskin

Puji Astuti Official Writer
50741

Tidak pernah terbayangkan oleh Sizy dan saudara-saudaranya yang masih kecil bahwa mereka akan mengalami yang namanya kemiskinan. Dulu ayah Sizy adalah pengusaha kina yang sangat kaya, bahkan uang begitu melimpah dalam kehidupan mereka.

“Di kamar papi itu banyak uang, saya ingat sekali,” tutur Sizy.

Namun dalam sekejab semua kemewahan itu lenyap, ayah Sizy ditipu oleh orang kepercayaannya. Semua harta mereka di sita, dan untuk makan nasi tiga kali sehari saja sulit sekali.

“Kami enam-enamnya ditaruh di satu rumah, dikampung banget dan mami papi saya sering ngga dateng-dateng. Kalaupun dateng hanya untuk mengantar makanan saja.”

Hal ini berlangsung selama beberapa waktu, hingga suatu hari kedua orangtuanya membuat sebuah keputusan yang membuat Sizy dan saudara-saudaranya sangat kaget. Mereka di undi untuk dititipkan di rumah orang demi bisa melanjutkan sekolah mereka.

“Saat kami tahu hal itu, kami hanya liat-liatan.. Ooo… adik saya ikut itu..ikut itu.. ikut itu… Hal itu tragis menurut saya..” tutur Sizy sambil meneteskan air mata.

Tanpa daya, ke enam bersaudara itu hidup terpisah satu sama lain. Beruntung Sizy ditempatkan di rumah seorang kepala sekolah ditemani kakaknya.

“Umi ini jarang memukul, tapi orangnya cerewet. Tapi bapaknya ini tidak pernah ngomong, tapi gitu.. bahasanya main gampar aja.”

Ini adalah kehidupan yang tidak pernah terbayangkan oleh Sizy dan kakaknya, mulai dari membersihkan rumah, mengurus ternak hingga mengambil air. Satu hal yang menjadi prinsip mereka: Jangan pernah melakukan kesalahan.

“Satu kali waktu mungkin mereka kekurangan beras, jadi saya di suruh ambil beras di pasar. Jaraknya jauh, karena saya masih kecil jadi ngga kuat dong angkat beras 10 kilo. Tiba-tiba tali pengikat beras itu copot, dan otomatis tumpah. Pulang-pulang itu saya di gampar sampai gigi saya copot.”

Sang kakak yang berusaha melindunginya tak mampu berbuat banyak karena keterbatasannya sebagai anak kecil. Saling menguatkan menghadapi penderitaan, membuat hubungan Sizy dan kakaknya sangat dekat. Namun kebersamaan ini rupanya tidak berlangsung selamanya. Suatu hari ketika Sizy pulang sekolah, ia tidak menemukan kakaknya.

“Umi, Novita kemana?”

“Sudah dipulangin ke Bandung, dia sakit. Umi ngga sanggup urus..”

Kesedihan yang mendalam yang Sizy rasakan karena ditinggal kakaknya saat itu, seperti tidak bisa dibandingkan dengan kesedihan karena penderitaan yang ia jalani selama ini.

“Saat itu seperti mau kiamat. Saya ngga bisa buat apa-apa.”

Yang dirasakan Sizy saat itu hanyalah ketakutan yang luar biasa dan kehilangan pegangan hidup, hal itu menjadi sebuah kesedihan yang Sizy semakin dalam dan ia makin terluka kepada kedua orangtuanya.

Setelah belasan tahun berlalu, tibalah pernikahan kakaknya, dimana seluruh keluarga kembali bersatu. Namun semua itu tidak mengubah sesuatu, karena kondisi ekonomi keluarganya masih morat-marit. Akhirnya Sizy membuat sebuah keputusan penting dalam hidupnya.

“Saya mau kawin muda. Karena saya mau makan sehari tiga kali. Saya bosan makan sharing-sharing, rebutan gitu. Saya sudah bosan. Tuhan saya mau kawin muda, saya minta suami yang baik, yang ganteng, yang cinta setengah mati sama saya.”

Permintaan Sizy itu dikabulkan oleh Tuhan. Ia mendapatkan seorang suami yang baik, namun bukan berarti rumah tangganya kebal terhadap permasalahan ekonomi.

“Tahun 98 kan krisis tuh, ada banyak pengurangan pegawai. Suami saya termasuk yang di PHK dan dapat uang pesangon. Tanpa berunding sama saya, tiba-tiba dia ikut invest pada suatu usaha. Semua uangnya dia invest, bukan cuma uang dia, tapi juga uang kakak ipar saya, dan uang adik ipar saya. Dan ketika uang itu dibawa lari, saya yang harus ganti.”

Akibat ulah suaminya, semua tabungan dikuras dan juga mobil harus dijual untuk menutup semua hutang-hutang suaminya.

“Saya itu takut miskin..! Aduh.. saya itu trauma sama kemiskinan! Saya trauma sama ngga bisa makan! Saya takut sekali.. Saya itu orangnya prepare hidup, saya harus punya tabungan, tapi pada akhirnya semuanya di ambil. Ngga ada tabungan, ngga ada apapun. Mau berharap sama siapa coba?”

Dalam keadaan kalut dan tidak punya uang, Sizy nekat menerima ide gila dari seorang tetangga yang berprofesi sebagai wanita tuna susila. Wanita itu mengajak Sizy untuk menjual diri demi mendapatkan uang dengan cara mudah dan cepat.

Dihari yang dijanjikan untuk bertemu dengan pria hidung belang itu, Sizy menemui dulu seorang temannya. Temannya itu berbaik hati meminjamkannya uang. Pria yang memiliki janji dengan Sizy diwaktu yang telah ditentukan tidak juga menelephonnya. Dan saat pria itu menghubunginya kembali, Sizy telah mengubah pikirannya.

“Sekali-kalinya dalam hidup saya, saya pernah punya niat seperti itu. Saya merinding, saya nangis-nangis. Saya sujud dan berseru, ‘Tuhan ampuni saya! Tuhan ampuni Sizy!’”

Hari itu Sizy sadar bahwa masih ada jalan lain yang lebih baik. Bahkan ia mulai belajar mengandalkan Tuhan untuk mengubah kehidupannya.

“Akhirnya saya disitu mulai berdoa, mulai memperkatakan iman, ‘Tuhan, apapun yang terjadi, dia tetap suami saya sampai mati.’ Saya cuma bilang, ‘Tuhan kasih pekerjaan sama suami saya. Walaupun gajinya kecil, walaupun apa kek, pokonya dia harus dapat pekerjaan.’ Dan dia dapat pekerjaan.”

Ekonomi rumah tangga Sizy pun membaik, namun hubungannya dengan orangtuanya, terutama ibunya belum juga pulih. Sizy masih menyimpan luka batin di hatinya.

Suatu saat ayahnya sakit keras, ibunya menghubungi Sizy dan memintanya segera datang menjenguk, “Papi saya sakit, saya ngga mau nengok. Saya musuhan aja sama mami. Akhirnya setelah parah, mami paksa saya untuk dateng. Ketika dateng, bukannya saya peluk mami yang lagi kekurangan uang, saya malah maki-maki mereka. ‘Mi, mami tahu ngga, Sizy punya hidup waktu di tasik kaya apa? Mami harus dengar ya!’ Saya ceritain kaya kesurupan. Mami saya tanya, ‘Jadi kamu maunya apa?’ ‘Saya mau kalian berdua minta maaf sama saya! Saya luka batin sama kalian!”

Akhirnya kedua orangtua Sizy memenuhi permintaannya, mereka berdua meminta maaf padanya dan saling berpelukan.

“Sejak itu saya plong.. Sejak itu saya ngga pernah berantem lagi sama mami. Saya sayang banget sama mami, dan mami juga sayang saya.”

Setelah Sizy mengampuni orangtuanya dan ia juga meminta ampun kepada mereka, hidup Sizy benar-benar di bebaskan dari semua rasa pahit. Kini dengan senyum lebar ia dapat berkata, “Tuhan itu tidak pernah salah. Saya cuma percaya pada fiman yang bilang bahwa sejak dari kandungan ibu, Tuhan sudah tahu kita itu akan jadi apa. Jadi walaupun saya punya masa-masa kelam, masa-masa ngga bahagia, tapi saya pikir itu adalah episode bagus yang dari Tuhan, karena saya tahu bahwa Tuhan yang berdaulat atas hidup saya. Sedetikpun saya tidak punya hak atas hidup saya..”

Apa yang dulu adalah penderitaan bagi Sizy, kini telah menjadi sebuah kesaksian yang indah dimana nama Tuhan dipermuliakan, hal ini Sizy lakukan dengan melahirkan album lagu dangdut religius. Pemamannya akan keberhasilan hidup pun kini jauh berbeda, “Sukses itu bukan karena kita punya rumah, atau mobil.. Bukan! Sukses itu adalah ketika saya bisa mempertahankan Yesus di hati saya, apapun kondisinya.”

Sumber Kesaksian:

Sizy Pessak

Sumber : V120806174624
Halaman :
1

Ikuti Kami