Kisah Rachellia, Dikuasai Hasrat Menjadi Pria

Family / 14 July 2014

Kalangan Sendiri

Kisah Rachellia, Dikuasai Hasrat Menjadi Pria

Lori Official Writer
8744

Saat aku dalam kandungan, mama dan papa sangat menginginkan anak laki-laki. Kehidupan masa kecil saya sama seperti umumnya kehidupan gadis lainnya. Tapi begitu menginjak kelas 4 SD, saya sudah memiliki perasaan seperti anak laki-laki.

Saya tumbuh sebagai anak yang pemalu dan pendiam. Pada waktu saya di kelas 2 SMP, saya mengenal tetangga saya yang sama-sama merasakan perasaan yang sama - dia suka saya dan saya juga suka sama dia. Hubungan kami berlanjut kurang lebih empat tahun, tiba-tiba dia mau memutuskan hubungan kami. Waktu itu saya sempat syok, dan selama bertahun-tahun saya masih bisa merasakan perasaan itu (saya mau menjadi laki-laki)

Pikiran untuk menjadi laki-laki itu semakin kuat, bahkan saya sempat punya pikiran untuk mengganti kelamin. Perasaan itu saya coba alihkan dengan fokuskan bekerja.

Saya mulai kenal dengan yang namanya chatting. Saya masuk di channel lesbi. Saya kenal dengan seseorang. Kemudian saya langsung menyatakan : "Maukah kamu menjadi pacar saya?", karena waktu itu saya merasa sangat kesepian.

Tapi temen saya ini mengajak saya ke gereja. Tapi sebelum hari Minggu itu saya bermimpi : Saya berdiri di sebelah kanan Tuhan Yesus, dan Dia memberi saya pilihan "Kamu mau pulang ke rumah atau masih mau terus dengan dosa-dosamu?"

Pada hari Minggu itu, pada awal berlangsungnya kebaktian tiba-tiba saya menangis. Saya merasakan sesuatu yang sangat luar biasa, Tuhan melawat saya pada waktu itu. Saya katakan : "Tuhan, saya tidak mau lagi hidup seperti ini. Saya sudah capek hidup seperti ini. Saya mau berubah Tuhan!."

Akhirnya tanggal 1 September 2004 saya putuskan untuk pulang ke rumah. Setelah pulang ke daerah, mama membawa saya ke orang pintar. Sempat tiga kali saya dibawa ke orang pintar itu. Tapi didalam hati saya ada suatu penolakan. Saya membandingkan antara kasih yang diberikan Tuhan Yesus pada saya dan cara orang itu memperlakukan saya.

Tuhan Yesus bisa menerima saya apa adanya, sedangkan yang dilakukan orang pintar itu dengan mempermalukan saya di depan orang banyak. Saya mulai berpikir dan saya mulai bisa merasakan bahwaTuhan itu sangat lembut, Dia sangat mengasihi saya. Perasaan kecewa, kesal, perasaan tertolak tidak ada lagi. Saya merasakan damai, sukacita.


Sumber Kesaksian : Rachellia


Baca Juga Artikel Lainnya:

Badika Napitu: Kasih Menjadi Titik Balik Seorang Mucikari

Pencarian Cinta Sejatiku yang Hancur Berantakan

Purnomohadi: Arsitek Sukses Dibalik Stadiun Gelora Bung Karno

Hendrikus Arie, Muliakan Tuhan Lewat Dunia Menggambar

Sumber : V121025174229
Halaman :
1

Ikuti Kami