Tahu ?Kapan? Harus Bicara

Marriage / 13 August 2014

Kalangan Sendiri

Tahu ?Kapan? Harus Bicara

Puji Astuti Official Writer
3702

Perkataan, tak diragukan lagi sering menjadi sumber perselisihan baik dengan kolega maupun dalam rumah tangga. Kitab Amsal menuliskan, “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.” (Amsal 25:11). Selain masalah “timing” atau “kapan” harus berbicara, akar permasalahan juga bersumber pada perasaan yang menyampaikan perkataan dan juga yang mendengarnya.

Sering terucap, “Kata-katanya menyakitkan.” Atau, “Perkataanya melukai perasaan saya.”

Pasangan suami istri yang dulu saling mengucapkan pujian dan kata-kata sayang setelah hidup bersama beberapa tahun bahkan puluhan tahun tak jarang saling melontarkan perkataan-perkataan kasar dan menyakitkan.

Sebagai  contoh ilustrasi sebut saja pasangan Jenny dan Jefrey, mereka akhirnya memutuskan untuk menemui konselor pernikahan setelah tak tahan lagi dengan kondisi rumah tangga mereka. Jefrey adalah professional muda, mudah bergaul dan sangat percaya diri dalam bersosialisasi. Pesona Jefrey itu yang dulu membuat Jenny jatuh cinta, namun setelah menikah lima tahun ia tak tahan lagi dengan sifat Jefrey yang bicaranya ceplas-ceplos tanpa peduli perasaannya. Jenny yang memang tidak suka konfrontasi lebih sering menghindar, namun pada akhirnya ia merasa tertekan dan tidak bisa bersuara atau menyampaikan pendapatnya.

Kedua belah pihak sama-sama mengalami kesulitan dalam “mengatahui waktu yang tepat untuk bicara”, mereka pada dasarnya tidak ingin menyakiti satu sama lain, namun tidak bisa mengurai permasalah komunikasi tersebut. Jika Anda mengalami kondisi seperti, berikut adalah beberapa tips untuk memperbaiki keadaan :

Pertama, saling terbukalah tentang perasaan terluka Anda berdua

Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, namun keterbukaan adalah awal dari pemulihan. Jangan coba mempertahankan diri atau membenarkan diri, keterbukaan disini tujuannya adalah untuk mengetahui perasaan pasangan Anda, demikian juga sebaliknya. Tanpa mengetahui dampak dari tindakan dan perkataan kita, kita tidak akan termotivasi untuk berhenti bertindak demikian.

Kedua, berempatilah terhadap perasaan pasangan Anda

Dengarkan baik-baik penuturan pasangan Anda, pelajari tindakan dan perkataan seperti apa yang membuat pasangan Anda terluka. Dari sana Anda belajar membuat batasan terhadap diri sendiri, dan membuat tindakan preventif ketika hal seperti itu tidak terelakkan lagi.

Ketika, pelajari juga perasaan Anda saat gesekan dengan pasangan terjadi

Apa yang Anda rasakan saat secara tidak sadar maupun sadar melukai perasaan pasangan Anda? Ingatlah kembali pada momen itu. Kumpulkan informasi tentang diri sendiri dan reaksi serta perasaan Anda, sehingga Anda belajar tentang diri Anda sendiri serta apa yang menjadi pemicu kondisi tersebut.

Keempat, belajarlah untuk mengekspresikan pendapat Anda dengan cara yang sehat

Menyatakan ketidaksepahaman tidak harus dengan cara dekstruktif seperti intonasi tinggi, menyerang, atau menggebrak meja. Ada banyak cara lain dalam berkomunikasi yang sehat, seperti berdiskusi dengan kepala dingin atau menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan pendapat.

Membangun komunikasi yang sehat dengan pasangan menjadi kunci utama dalam hal ini. Keterbukaan, saling menghormati perasaan satu sama lain, dan mengenal pasangan lebih lagi menjadi penunjang utama dalam hubungan harmonis suami-isteri. Namun jika kondisi bahtera rumah tangga Anda sudah di ujung tanduk, jangan segan-segan untuk mencari bantuan professional, seperti konselor keluarga atau konselor pernikahan. Jika Anda mengalami masalah serupa atau kondisi apapun dimana Anda membutuhkan bantuan konseling dan juga doa, Konseling Center CBN Indonesia dapat Anda hubungan 24 jam:  telp : 021-89921345 , SMS: 081708317017 ,email: [email protected]  maupun melalui live  chating disini.

Sumber : Jawaban.com | Puji Astuti
Halaman :
1

Ikuti Kami