Tindak intoleransi di Indonesia kini terjadi bukan hanya pada masalah perbedaan keyakinan atau ijin-perijinan rumah ibadah. Namun kini di tingkat sekolah sendiri telah ditemukan sejumlah laporan dimana intoleransi dan fanatisme terhadap agama diajarkan.
“Radikalisme di sekolah itu terjadi dari level yang paling dini sampai level perguruan tinggi, antara lain melalui proses indoktrinasi bahwa yang lain yang tidak sama seperti kita adalah musuh kita, boleh kita serang, boleh kita perangi,” kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Badriyah Fayumi.
Badriyah menambahkan bahwa indoktrinasi semacam itu sudah berjalan melalui kegiatan yang sistematis di sejumlah lembaga pendidikan, dan akan berbahaya jika dibiarkan. Para anak sangat rawan menjadi korban indoktrinasi dan juga rentan untuk meneruskan tradisi intoleransi. Untuk itulah dirinya melihat bahwa kurikulum pendidikan harus betul-betul memiliki muatan yang mengajarkan toleransi.
“Bahkan kami mendapatkan pengaduan dari guru TK di Depok, yang kemudian ayahnya mengeluarkan anaknya dari TK tersebut, karena anaknya pulang mengatakan bahwa ‘Oh, itu berbeda agamanya dengan kita, berarti dia boleh dibunuh’.”
Fenomena membahayakan seperti hanya akan terus terjadi jika ada pembiaran dari pihak terkait termasuk pemerintah yang tidak awas untuk menentukan sistem pendidikan dan kurikulum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjamin kebersamaan warganegara tanpa membedakan SARA.
Baca Juga Artikel Lain
Sumber : VOA